Eksploitasi Dan Perbudakan Industri K-POP
Siapa yang tidak kenal K-Pop?
Industri hiburan Korea Selatan yang sangat populer di kalangan generasi millenial. Dan merajai panggung musik dunia selama beberapa tahun belakangan.
Memiliki penggemar di seluruh belahan dunia, bahkan dengan popularitas mengalahkan musik Amerika. Namun kabar miris sering kita dengar dari kalangan artis K-Pop. Banyaknya kasus bunuh diri yang pemicunya adalah depresi dan kesehatan mental. Seringkali beritanya menjadi trending topic yang mewarnai sosial media.
Di balik gemerlapnya panggung K-Pop, siapa yang menyangka jika ternyata banyak cerita menyedihkan dari para artisnya. Manajemen industri K-Pop disebut-sebut banyak melakukan eksploitasi, bahkan “perbudakan” kepada para penyanyinya yang rata-rata masih remaja.
Perlakuan yang terjadi pada para artis K-Pop tersebut memicu buruknya kesehatan mental mereka. Hingga berdampak depresi dan mendorong mereka untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri.
Fenomena ini kabarnya terdorong oleh persaingan ketat dalam industri. Kejamnya budaya online, dan kegagalan manajemen dalam mengatasi masalah kesehatan mental artis mereka.
Pemerintah Korea Selatan Sahkan RUU Cegah Eksploitasi dan Perbudakan Industri K-pop
Terdorong oleh banyaknya kasus menyedihkan dalam industri K-Pop tersebut. Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan mengesahkan RUU untuk melindungi idola K-Pop di bawah umur dari aksi eksploitasi.
Amandemen ini termaktub dalam “Undang-Undang Pengembangan Industri Budaya dan Seni Populer”. UU ini juga terkenal sebagai “UU Pencegahan Krisis Lee Seung-gi”. Artis Korea yang selama 18 tahun tak pernah mendapat bayaran dari agensi musiknya.
“Amandemen ini akan menghapus praktik konyol industri berkedok pengembangan budaya K-Pop. Dan menunjang para artis anak dan remaja dalam mengejar impian mereka sekaligus melindungi hak asasi mereka.” Kata Park Bo-gyun, Menteri Budaya, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan, kutipan Jumat, 28 April 2023.
UU ini juga memperkuat persyaratan untuk melindungi hak dan kepentingan pekerja di bawah umur di industri hiburan Korsel dengan menurunkan jumlah jam kerja.
Sebelumnya beredar informasi bahwa artis berusia di bawah 15 tahun, bisa bekerja hingga 35 jam seminggu.
Di bawah UU ini, mereka yang berusia di bawah 12 tahun terijinkan bekerja hingga 25 jam/minggu, atau 6 jam/hari.
Para artis berusia 12-15 tahun bisa bekerja sampai 30 jam/minggu, sementara mereka yang berumur lebih dari 15 tahun, bisa bekerja hingga 35 jam/minggu.
UU ini juga menegaskan hak para artis anak untuk mendapat pendidikan, mencegah mereka absen atau dikeluarkan dari sekolah.
UU ini juga melarang tindakan apapun yang mengancam kesehatan dan keselamatan artis anak. Mengingat, selama ini banyak pemberitaan artis K-Pop sering menjalani diet sangat ketat. Dengan jadwal latihan yang berat dan sangat terawasi oleh manajemen.
Amandemen ini rilis sebagai bentuk perlindungan dari pemerintah. Setelah beberapa artis hiburan Korsel meninggal karena bunuh diri dalam beberapa tahun terakhir.
Korut Ikut Bersuara Perihal Perbudakan Industri K-Pop Korsel
Memiliki popularitas dan penggemar yang melejit di kancah global, Korea Utara sebut industri musik Korean Pop atau K-Pop merupakan bentuk eksploitasi dan perbudakan.
Sebuah artikel yang terbit dari situs propaganda Korut, Arirang Meari, menuduh sejumlah label rekaman K-Pop melakukan “eksploitasi layaknya perbudakan” terhadap artis dan grup ternama mereka. Seperti boyband BTS hingga girlband Blackpink.
Artikel itu mengklaim artis K-Pop “terikat kontrak yang luar biasa tidak adil sejak usia dini, ditahan saat pelatihan menjadi calon bintang. Dan mendapat perlakuan sebagai budak ketika tubuh, pikiran, dan jiwa mereka oleh para konglomerat industri yang kejam dan korup”, melansir CNN, 2021.
Industri K-Pop memang terkenal sangat melelahkan dan sulit tertaklukkan. Para artis harus rela diatur kehidupannya selama terikat kontrak pada salah satu manajemen.
Mulai dari urusan kesehatan hingga personal seperti urusan asmara pun harus sesuai aturan dan seizin manajemen.
Artikel itu perkiraan sebagai bagian dari upaya pemerintahan Korut yang pimpinan Kim Jong-un untuk menindak dan membatasi pengaruh media asing di Korut. Lembaga sensor Korut bahkan dengan ketat membatasi film, musik, acara televisi, surat kabar, dan buku yang dapat ternikmati warganya. Termasuk media-media yang datang dari Korsel
sumber : voaindonesia
Eksploitasi Dan Perbudakan Industri K-POP
UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang