Geliat Sektor Properti Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Kabar gembira datang dari sektor properti terutama dari sektor perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemerintah secara resmi telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2023 tanggal 9 Juni 2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebelumnya batasan harga rumah subsidi mengacu pada Keputusan Menteri PUPR Nomor: 242/KPTS/M/2020 pada tanggal Maret 2020.
PMK tersebut diterbitkan di tengah perlambatan ekonomi global yang mulai terasa dampaknya pada perekonomian nasional. Pemerintah terus berupaya mendorong penguatan permintaan domestik dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Saat ini, tren ekspor menunjukkan kondisi penurunan sejalan dengan melandainya harga komoditas global di tengah perlambatan pertumbuhan global.
Perlambatan ekonomi global tersebut juga berpengaruh terhadap aktivitas investasi domestik, termasuk juga investasi sektor real estat yang menunjukkan tren melambat karena turunnya permintaan properti baik untuk rumah tinggal, perkantoran, maupun komersial. Kondisi tersebut sangat berdampak pada sektor konstruksi nasional yang merupakan salah satu sektor yang mempunyai multiplier efek dan penciptaan lapangan kerja yang cukup besar.
Sektor Real Estate Berperan Signifikan
Sektor real estat menjadi sangat strategis karena berperan signifikan dalam menggerakkan sektor konstruksi yang mempunyai efek pengganda dan menyerap tenaga kerja yang besar. Meningkatnya pertumbuhan sektor real estat akan mendorong pergerakan aktivitas investasi domestik.
Berdasarkan data BPS, pascakrisis pandemi sektor konstruksi telah mulai pulih dan pada 2022 telah tumbuh positif sebesar 2,01 persen year on year. Sementara itu sektor real estate telah tumbuh sebesar 1,72 persen di tahun yang sama. Penguatan pertumbuhan di kedua sektor tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja lebih besar.
Dampak rambatan selanjutnya yang terjadi adalah mendorong pemulihan penjualan semen yang saat ini terus mengalami penurunan. Selain itu, kebutuhan akan perumahan khususnya pada segmen bawah juga masih besar. Upaya mendorong perkembangan sektor perumahan menjadi kebijakan strategis untuk mendukung penguatan aktifitas investasi, penciptaan lapangan pekerjaan, serta pemenuhan kebutuhan hunian layak bagi masyarakat, khususnya MBR.
Perhatian Khusus
Pemerintah saat ini telah memberikan perhatian khusus terhadap pemenuhan kebutuhan hunian layak huni dan terjangkau terutama bagi MBR. Komitmen pemerintah ini juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 yang menargetkan peningkatan akses rumah layak huni bagi MBR dari 56,75 persen menjadi 70 persen.
Dalam mendorong sektor ini, pemerintah merumuskan kebijakan fiskal yang implementatif bagi pengembangan industri real estat. Salah satu instrumen fiskal yang berguna untuk mendukung pertumbuhan sektor real estat adalah pemberian fasilitas pembebasan PPN atas rumah umum/tapak dan rumah susun yang sudah diberikan sejak 2001. Namun, berdasarkan data BPS menunjukkan sekitar 12,7 juta rumah tangga masih belum memiliki rumah atau yang biasa menyebutnya dengan backlog. Memberikan pembebasan PPN rumah MBR ini untuk mengurangi backlog dengan menjaga keterjangkauan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Penerbitan PMK
Dalam rangka menjaga daya beli MBR agar kepemilikan rumah layak huni menjadi lebih terjangkau, pemerintah kembali menerbitkan PMK Nomor 60 tahun 2023 yang merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan PP Nomor 49 Tahun 2022 yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan batas rumah umum yang akan mendapat fasilitas pembebasan PPN.
PMK baru ini mengatur batasan harga jual rumah tapak yang mendapat pembebasan PPN menjadi antara Rp162 juta sampai dengan Rp234 juta untuk 2023 dan antara Rp 166 juta sampai dengan Rp 240 juta untuk 2024. Pada peraturan sebelumnya, penetapan batasan harga rumah tapak pada kisaran Rp 150,5 juta sampai dengan Rp 219 juta. Kenaikan batasan ini mengikuti kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7 persen per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.
Selain dari sisi harga, pemerintah juga menjamin kelayakan hunian dengan luas minimum bangunan rumah dan tanah yang mendapat fasilitas dengan mewajibkan terpenuhinya berbagai persyaratan kepemilikan hunian ini. Terdapat lima persyaratan agar masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas untuk rumah umum layak huni ini. Pertama, luas bangunan berkisar antara 21 hingga 36 meter persegi. Kedua, luas tanah menetap antara 60 hingga 200 meter persegi.
Ketiga, harga jual rumah tidak melebihi batasan harga dalam penetapan PMK ini. Keempat, merupakan kepemilikan rumah pertama yang menjadi milik pribadi yang termasuk dalam kriteria MBR, menggunakannya sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak berpindah tangan dalam jangka waktu empat tahun sejak memilkinya, serta kelima memiliki kode identitas rumah yang tersedia melalui aplikasi dari Kementerian PUPR atau BP Tapera.
Memberikan fasilitas pembebasan PPN untuk pondok boro bagi koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Pemerintah juga membebaskan PPN untuk penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah, pemda dan/atau pempus. Terakhir, pembebasan PPN juga berlaku untuk penyerahan rumah pekerja oleh perusahaan kepada karyawannya sendiri dan tidak bersifat komersial.
Memberikan Manfaat
Dengan penetapan PMK, setiap rumah mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN sebesar 11 persen dari harga jual rumah tapak sekitar Rp 16 juta hingga Rp 24 juta atau rata-rata setara dengan Rp 20 juta. Fasilitas pembebasan PPN ini menargetkan dapat mendukung penyediaan minimal sebanyak 230.000 unit rumah untuk MBR yang menjadi target Kementerian PUPR.
Pemberian insentif ini juga akan berdampak positif terhadap ekonomi Indonesia, termasuk terhadap investasi industri properti dan industri pendukungnya, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan konsumsi masyarakat. Perkiraan PMK ini akan menyebabkan belanja perpajakan (tax expenditure) sekitar Rp 288 miliar.
Selain dari kebijakan pembebasan PPN, pemerintah melalui Kementerian PUPR juga memberikan bantuan subsidi berupa selisih suku bunga. Subsidi ini bertujuan agar MBR tetap dapat membayar cicilan rumah dengan tingkat suku bunga sebesar 5 persen, jauh lebih rendah dari suku bunga perbankan di pasar.
Kedua kebijakan pemerintah tersebut, subsidi bunga dan pembebasan PPN. Memberikan manfaat dan penghematan bagi MBR selama masa kepemilikan rumah berkisar antara Rp 187 juta hingga Rp 270 juta. Tentu saja manfaat tersebut bukan jumlah yang sedikit, sehingga berharap dapat menjadikan rumah layak huni semakin terjangkau bagi MBR. Dengan berbagai kebijakan dan insentif, pemerintah akan terus hadir dalam mendukung penyediaan berbagai kebutuhan dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Artikel ini pernah muat di: Detik.com
Geliat Sektor Properti
UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang