Kisah Usman Guru Daerah Pedalaman Flores Timur, Jalan Kaki 5 Kilometer Susuri Hutan untuk Mengajar

Usman Ahmad Wato Wutun, guru Sekolah Dasar Negeri Arang.

Desa Sagu, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang setiap hari berjuang mencapai sekolah untuk mengajar. Sekolah Dasar tempatnya mengabdi berada di Arang, sebuah dusun terpencil yang masih jauh dari perhatian pemerintah.

Jaraknya sekitar lima kilometer dari desa induk. Kondisi jalanan rusak dan belum ada jaringan listrik. “Kurang lebih sudah 21 tahun saya mengajar di sini,” ucap Usman kepada wartawan, Selasa (2/5/2023).

Usman Guru Perintis

Kisah Usman guru daerah pedalaman

Usman menuturkan, awalnya tak ada sekolah di dusun itu. Anak-anak pun harus berjalan kaki jauh menuju sekolah di Desa Sagu.

Tahun 2002, pembangunan sebuah Sekolah Dasar di Dusun Arang. Usman menjadi salah satu guru perintis pembangunan sekolah darurat yang terbuat dari bahan seadanya.

Sejak saat itu, Usman menyusuri hutan menaiki bukit dan menuruni lembah untuk berangkat ke sekolah yang berjarak lima kilometer dari rumahnya.

Usman meninggalkan rumah sekitar pukul 05.30 Wita. Ia mengenakan pakaian biasa untuk menghindari air dan lumpur sepanjang jalan.

Sambil menenteng tas dan sebilah parang, guru empat anak ini berjalan kaki melewati kebun warga dan hutan. Jalanan terjal dan sedikit menanjak menjadi rutinitas Usman. Belum lagi sepanjang perjalanan suasana sepi, hanya terdengar suara burung dan nyanyian hutan.

Parahnya, ungkap Usman, saat musim hujan tiba jalanan sangat licin. Dia harus sangat berhati-hati agar tak tergelincir. “Kalau tidak hati-hati, bisa jatuh apalagi lumpur juga. Saya juga harus bawa parang untuk potong makanan kambing saat pulang sekolah,” ucapnya.

Usman berkisah, awalnya ia merupakan guru honorer di sekolah itu. Setahun kemudian ia mengikuti tes guru kontrak pusat. Ia pun dinyatakan lulus.

Pada tahun 2006, pemerintah membuka lowongan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Usman pun terdorong mengikuti seleksi dan dinyatakan lulus.

“Sejak tahun 2002 sampai sekarang belum pernah pindah. Saya mau tetap mengabdi di sekolah yang kami rintis bersama ini, sampai pensiun,” ungkap Usman.

Ia berpesan bagi para guru di Indonesia. Meski penempatan di daerah terpencil, namun guru harus tetap semangat dan setia pada profesi demi mencerdaskan generasi bangsa.

Keterangan Kepala Sekolah

Kepala Sekolah SDN Arang, Arifin Damin Korebima mengatakan, sekolah yang ia pimpin masih jauh dari perhatian pemerintah. Sejak pembangunan permanen pada 2007, hingga kini sekolah itu tak pernah lagi mendapat bantuan anggaran.

“Lihat saja lantainya sudah rusak semua. Plafon juga sudah pada hancur. Tidak ada ruangan guru dan kepala sekolah, terpaksa kami pakai ruang kelas,” ungkapnya.

Selain kekurangan fasilitas, ketiadaan listrik juga menjadi kendala saat para siswa mengikuti ujian nasional berbasis komputer (UNBK).

Setiap UNBK, para siswa terpaksa digabungkan dengan sekolah di desa-desa tetangga.

“Kita memang ada dapat bantuan dari dinas pendidikan seperti laptop, komputer dan infocus, tapi tidak ada listrik,” ucapnya.

Meski ada dana bantuan operasional sekolah (BOS), namun Arifin mengaku tidak memungkinkan untuk pembangunan fasilitas sekolah. Bahkan, untuk mengatasi perjalanan dinas, kepala sekolah dan para guru terpaksa menggunakan dana pribadi.

“Kami sangat jauh dari semua akses. Kondisi jalan rusak, kami semua guru kebanyakan jalan kaki dengan jarak begitu jauh. Apalagi saat musim hujan, kami sangat menderita” katanya.

Saat ini, kata dia, jumlah siswa SDN Arang hanya 37 orang. “Saya juga hanya berharap, pemerintah daerah jangan tutup mata dengan kondisi sekolah,” pintanya.

sumber : kompas.com

Kisah Usman Guru Daerah Pedalaman

UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

About the author : Nunik Cho
I'm nothing but everything