Ratusan Anak Perempuan Iran Diracun

Ratusan anak perempuan Iran di berbagai sekolah terkena serangan racun ringan selama beberapa bulan terakhir. Serangan itu masyarakat menduga dilakukan oleh kelompok agama yang menentang pendidikan untuk anak perempuan.

Sedikitnya 650 siswi di Iran yang terkena serangan racu tersebut. Setelah seorang pejabat senior pemerintah akhirnya mengakui bahwa gadis-gadis itu sengaja jadi sasaran. Satu sekolah anak laki-laki juga menjadi sasaran di kota Boroujerd.

Tidak ada siswi yang meninggal dunia, tetapi puluhan siswi harus menjalani perawatan di rumah sakit karena mengalami masalah pernapasan, mual, pusing, kelelahan dan jantung berdebar-debar.

“Kami sedang menyelidiki dari mana racun ringan ini berasal dan apakah itu tindakan yang disengaja tidak berada dalam lingkup kementerian saya,” kata Menteri Kesehatan Bahram Einollahi.

“Ini menjadi bukti bahwa beberapa orang menginginkan semua sekolah, terutama sekolah perempuan, ditutup,” kata Wakil Menteri Kesehatan Iran Younes Panahi dalam konferensi pers pada 26 Februari.

Satu-satunya pernyataan resmi yang tersampaikan terkait hal tersebut hingga saat ini berasal dari jaksa agung. Yang mengatakan telah membuka penyelidikan kriminal atas tindakan peracunan massal itu. Katanya, tindakan itu bisa jadi ‘sengaja’.

Selama tiga bulan terakhir, para siswi melaporkan bau jeruk atau ikan busuk sebelum jatuh sakit.

“Bahan kimia yang ada dalam racun bukan kelas militer dan tersedia untuk umum,” kata Dr. Panahi. “Para murid tidak memerlukan perawatan invasif dan perlu untuk tetap tenang.”

Dokter kemudian mengatakan pernyataannya telah ‘disalahartikan’. Sebagai tanda perpecahan telah terjadi di antara para pihak berwenang tentang bagaimana menangani kemarahan publik ketika tidak ada pengumuman pelaku.

Kasus peracunan massal ini terpusat di kota religius Qom. Namun, serangan yang sama juga terjadi di delapan kota di seluruh Iran.

Kekesalan Publik Terus Meningkat

Para orang tua yang marah berkumpul di luar kantor gubernur di Qom untuk menuntut tanggung jawab pihak berwenang.

Peracunan pertama terjadi pada 30 November 2022, ketika harus membawa 18 siswa sekolah teknik Nour di Qom ke rumah sakit setelah menunjukkan tanda-tanda keracunan. Sejak saat itu, lebih dari 10 sekolah perempuan di provinsi tersebut menjadi sasaran.

Pada pertengahan Februari, sekitar 100 orang melakukan protes di luar kantor gubernur di Qom.

“Anda berkewajiban untuk memastikan keselamatan anak-anak saya! Saya punya dua anak perempuan,” teriak seorang ayah dalam video yang beredar secara luas di media sosial.

“Dua anak perempuan dan yang bisa kulakukan hanyalah tidak membiarkan mereka pergi ke sekolah, Ini perang!” kata seorang perempuan pada pertemuan yang sama.”

Mereka melakukan ini di sekolah menengah perempuan di Qom untuk memaksa kami duduk di rumah. Mereka ingin perempuan tetap tinggal di rumah!” Teriak perempuan itu.

Beberapa orang tua mengatakan anak-anak mereka sakit selama berminggu-minggu setelah keracunan.

Video lain dari sebuah rumah sakit memperlihatkan seorang gadis remaja terbaring linglung di tempat tidur, terdampingi ibunya. “Para ibu terkasih, saya seorang ibu dan anak saya sedang terbaring di ranjang rumah sakit dan tubuhnya lemah,” kata ibu yang putus asa itu.

“Saya mencubitnya, tapi dia tidak merasakan apa-apa. Tolong jangan izinkan anakmu ke sekolah.”

Serangan Terjadi Di Daerah Religius

Serangan racun terjadi di lebih dari 30 sekolah pada empat kota sejak November 2022. Dan terkonsentrasi di Qom, rumah bagi para pemimpin agama Islam Syiah, tulang punggung Republik Islam Iran.

Namun, kekuatan mereka mendapatkan perlawanan sejak kematian seorang perempuan muda Kurdi, Mahsa Amini, dalam tahanan polisi karena tidak mengenakan jilbabnya ‘dengan benar’ pada September lalu.

Orang-orang Iran bertanya-tanya apakah serangan terhadap gadis-gadis muda adalah ‘balasan’ atas peran mereka dalam protes besar-besaran anti-pemerintah belakangan ini? Media sosial terbanjiri gambar para siswi merobek jilbab mereka.

Banyak juga yang berspekulasi bahwa serangan ini adalah ulah kelompok garis keras yang ingin ‘meniru’ Taliban di Afganistan dan kelompok militan Islam Boko Haram di Nigeria.

Mereka meneror para orang tua agar berhenti menyekolahkan anak perempuannya.

“Apakah Boko Haram datang ke Iran?” mantan wakil presiden Iran, Mohammad Ali Abtahi, bertanya dalam sebuah unggahan di Instagram.

Politisi reformis itu juga memperingatkan bahwa “ekstremis akan menginterpretasikan batas-batas pemerintahan dan agama demi keuntungan mereka”. Rezim Iran secara tradisional menolak kritik terhadap pembatasan yang mereka lakukan terhadap perempuan, seperti kewajiban memakai jilbab. Dan malah membual tentang jumlah perempuan yang masuk universitas.

Namun, jika gadis-gadis muda tidak menyelesaikan sekolahnya, kuliah hanyalah mimpi.

Seorang siswi yang mengatakan dia telah kena racun dua kali, hadir dalam pertemuan bersama gubernur Qom. Dia menyoroti betapa kabur dan menyesatkannya beberapa pernyataan dari pihak berwenang.

“Mereka [petugas] memberi tahu kami semuanya baik-baik saja, kami telah melakukan penyelidikan. Namun, ketika ayah saya bertanya di sekolah saya, mereka mengatakan kepadanya maaf, CCTV telah mati selama seminggu dan kami tidak dapat menyelidiki ini,” kata dia dalam pertemuan itu.

“Dan ketika saya kena racun untuk kedua kalinya pada hari Minggu, kepala sekolah berkata, ‘Dia punya penyakit jantung, itu sebabnya dia perawatan di rumah sakit’. Tapi saya tidak punya penyakit jantung!”. Kata siswi tersebut.

Anggota parlemen Alireza Monadi mengatakan menghentikan anak perempuan pergi ke sekolah adalah ancaman serius. Ia tidak merinci, tetapi kecurigaan jatuh pada kelompok garis keras yang memiliki interpretasi menjaga nilai-nilai Islam.

Pada 2014, orang-orang turun ke jalan kota Isfahan setelah gelombang serangan air keras, yang tampaknya tertuju untuk meneror wanita yang melanggar aturan berpakaian Islami yang ketat di negara itu. “Jika pelaku serangan air keras telah teridentifikasi dan kena hukuman, hari ini sekelompok reaksioner tidak akan mengeroyok gadis-gadis yang tidak bersalah di sekolah,” tweet politisi reformis Azar Mansoori.

Beberapa ulama senior, anggota parlemen dan politisi mengkritik pemerintah karena gagal mengakhiri serangan racun terhadap para siswi. Hal ini bisa membuat para keluarga frustrasi dan memicu protes lebih lanjut.

“Para pejabat memberikan pernyataan yang kontradiktif, satu mengatakan itu sengaja, yang lain mengatakan itu terkait keamanan dan pejabat lain menyalahkan sistem pemanas sekolah,” kata media pemerintah mengutip ulama senior Mohammad Javad Tabatabai-Borujerdi. “Pernyataan seperti itu meningkatkan ketidakpercayaan orang (terhadap kemapanan).

“Serangan racun terhadap para gadis di Iran terjadi saat penguasa ulama Iran, menghadapi protes anti-pemerintah selama berbulan-bulan. Protes ini pemicunya adalah kematian seorang wanita muda Iran, Mahsa Amini, dalam tahanan polisi moralitas yang memberlakukan aturan berpakaian yang ketat.

Mengutip Reuters

Ratusan Anak Perempuan Iran Diracun

UT Hong Kong & Macau; Desain Website oleh Cahaya Hanjuang

About the author : Nunik Cho
I'm nothing but everything