SEJARAH SUNGAI BENGAWAN SOLO
DALAM KEKUATAN MARITIM EKONOMI DAN MILITER DARI MASA KE MASA

Pecinta Sejarah Cepu, kami mencoba menceritakan tentang aliran sungai yang membelah antara kabupaten Blora dan Bojonegoro. Sebagai sungai terbesar dan terpanjang di Jawa, sungai Bengawan Solo terbentuk dari dua hulu utama di daerah Pegunungan Sewu, Wonogiri dan Ponorogo.

Disebut Bengawan Dalam Bahasa Jawa Berarti Sungai Yang Besar.

Para ahli memperkirakan aliran Bengawan Solo yang sekarang terbentuk kira-kira empat juta tahun yang lalu. Sebelumnya, dari hulu yang sama sungai ini diperkirakan mengalir ke arah selatan.

Karena proses pengangkatan geologis akibat desakan lempeng Indo-Australia yang mendesak daratan Jawa, aliran sungai berbalik ke utara. Diperkirakan muara Bengawan Solo Purba terletak di Pantai Sadeng, sebelah tenggara Yogyakarta sekarang.

Bertemu dengan berbagai anak sungai di daerah Pegunungan Sewu , aliran membentuk arus besar ketika mencapai wilayah Surakarta. Setelah melewati wilayah Mataram aliran melintas Sukawati, Jagaraga, Madiun, Jipang, Blora, Tuban, Sedayu dan bermuara di Gresik.

SEJARAH SUNGAI BENGAWAN SOLO

Di masa lalu sungai ini juga pernah dijuluki sebagai Wuluyu, Wulayu atau Semanggi. Dalam Prasasti Telang yang dikeluarkan Rakai Watukura Dyah Balitung 11 Januari 904 dari era Mataram Hindu menyebut tentang pembangunan komplek penyeberangan bernama Paparahuan yang dipimpin oleh Rakai Welar Mpu Sudarsana di tepi Bengawan Solo.

SEJARAH SUNGAI BENGAWAN SOLO

Raja Mataram itu membebaskan pajak bagi desa-desa sekitar Paparahuan dan melarang para penduduknya memungut upah dari para penyeberang. Nama Paparahuan itu belakangan berubah menjadi Praon di dekat Wonogiri yang kemungkinan sekarang tenggelam akibat genangan Waduk Gajah Mungkur.

Di era Hayam Wuruk memerintah Majapahit, dalam Prasasti Canggu atau Trowulan I disebut tentang penetapan desa-desa perdikan di sepanjang tepi Bengawan Solo dan Sungai Brantas. Wilayah-wilayah itu menjadi naditirapradesa dan bebas setoran pajak sebagai imbalan kewajiban menyeberangkan penduduk dan pedagang secara cuma-cuma.

Salah satu desa Pardikan yang tercatat adalah Desa Balun. Dimana menjadi pusat perdagangan sekaligus pusat penyeberangan. Dan sangat wajar balun sejak dahulu menjadi sentra ekonomi yang perkembangan kedepannya dikenal menjadi ‘Cepu’ dan balun adalah salah satu desa di kecamatan Cepu.

Maklumat itu berlaku secara turun-temurun dan hak kelola atas perahu penyeberangan melekat pada pemimpin sima dan keturunannya.

Beberapa Desa Penyeberangan Di Bengawan Solo

Prasasti Cangu menyebut terdapat 44 desa penyeberangan di Bengawan Solo dan 34 desa di Bengawan Brantas yang disebutkan berturut-turut dari hilur ke hulu. Penyebarangan paling hulu pada Bengawan Solo adalah Wulayu.

Ini menjelaskan mengapa dalam naskah Sunda Bhujangga Manik, menyebut Bengawan Solo sebagai Ci Wulayu. Bengawan Wulayu berganti nama menjadi Semanggi yang toponimnya masih dikenal untuk nama kelurahan di Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta.

Semanggi merupakan penyeberangan terbesar sekaligus menjadi bandar sungai utama bagi kapal-kapal dagang dari Solo ke Gresik yang menghubungan dengan lautan lepas.

Nama Bengawan Semanggi masih digunakan hingga tahun 1726 seperti tertulis dalam laporan Valentyn (1726). Namun, setelah nama Solo populer untuk menyebut Surakarta penamaan Bengawan Wulayu dan Bengawan Semanggi berganti menjadi Bengawan Solo.

Armada dagang menggunakan perahu dalam berbagai ukuran mengangkut hasil-hasil hutan dari bandar-bandar di tepi sungai ke laut kecuali sepanjang bulan Agustus, September, dan Oktober atau musim-musim kering lainnya. Di musim ini hanya perahu-perahu kecil atau sedang yang sanggup mencapai Surakarta.

Umumnya, perahu-perahu yang melintas di Bengawan Solo berbentuk khusus yakni panjang, berdasar rata dan ringan. Beberapa perahu bentuk lain memiliki atap dari papan dan beberapa ruang yang bisa tertutup. Jenis ini bisa mengangkut muatan antara 50-100 ton.

Perahu Milik Para Pangeran Dapat Mengangkut Muatan Sebanyak 200 Ton

Perahu model ini umumnya milik perseorangan yang berguna di Gresik atau Surabaya. Beberapa perahu yang para pangeran miliki dapat mengangkut muatan hingga seberat 200 ton.

Muatan yang  kapal-kapal bawa ini adalah produk-produk pertanian terutama lada, kopi, beras, kelapa, gula kelapa, bawang atau produk hutan seperti rotan, damar, lilin dan madu. Sementara dalam pelayaran sebaliknya perahu kembali dengan muatan garam rempah, peralatan rumah tangga, tembikar, kain sutera dan garam.

Perahu model ini membutuhkan kedalaman tertentu dan hanya bisa lewat ketika air sungai meluap saat hujan lebat dan berangkat dari Surakarta pada bulan Januari. Jika berlayar dengan kecepatan penuh, kapal bakal tiba di Gresik dalam waktu 8 hari. Sayangnya, kapal-kapal model ini hanya bisa berlayar sekali dalam satu musim dan butuh waktu hingga 4 bulan menunggu air pasang.

Ketika Surabaya terambil alih oleh VOC dari Mataram pada akhir abad ke-17, VOC membangun pelabuhan Surabaya dan memfungsikannya sebagai suatu pelabuhan niaga yang besar. Letak Surabaya yang terlindung oleh pulau Madura di selatnya membuatnya aman bagi kapal-kapal untuk berlabuh dari ancaman terpaan langsung.

VOC yang juga memiliki kepentingan ekonomi di Bengawan Solo belakangan membangun gudang-gudang untuk mengakomodasi hasil-hasil perkebunannya di daerah pedalaman seperti di Karanganyar, Sragen, Wonogiri, Klaten hingga Boyolali.

Kebesaran Maritim Dari Masa Ke Masa Dan Hancurnya Kekuatan Maritim

Berbicara masalah maritim dan kapal kapal besar yang menjadi sejarah kejayaan masa lalu, setidaknya sungai Bengawan Solo mempunyai peran yang strategis sebanding dengan pesisir pantai. Kekuatan maritim pesisir pada waktu itu sangat kuat, setidaknya dalam beberapa catatan menyebutkan adanya pengerahan kekuatan maritim Jawa dalam skala masif, seperti catatan dalam prasasti kamboja sdok kak thom & yang tikuh (799) mengenai serangan bala tentara Jawa dalam skala masif yang turun dari atas kapal, menghancurkan serta membakar kuil kuil di kamboja (Ini terjadi pada masa Medang-mataram kuno).

SEJARAH SUNGAI BENGAWAN SOLO

Kemudian ekspansi pengerahan Armada besar besaran dalam politik penyatuan zaman Singhasari-Majapahit. Berlanjut dalam ekspedisi militer dengan Armada laut raksasa zaman Kerajaan Demak dengan Adipati unus dan Kerajaan Jepara dan Ratu kalinyamat dengan tujuan pembebasan Melaka.

Pada abad 16 muncul Kerajaan yang paling berkuasa & berpengaruh di tanah Jawa yaitu Kerajaan Mataram Islam. Kerajaan ini terletak di pelosok jawa & lebih bercorak pada kerajaan agraris. Zaman sultan Agung yang terkenal, Mataram melakukan ekspansi militer ke seluruh Jawa. Sebagian kota pelabuhan utara jawa seperti tuban, lasem, wirasaba/banyumas, pasuruan, surabaya hancur.

Tahun 1646 Mataram torkontrol Amangkurat I putra dari Sultan Agung. Dikenal sebagai Raja yang pencuriga. Era ini banyak timbulnya disintegrasi & pemberontakan wilayah Mataram utamanya daerah pesisir yang tidak menyukai gaya kepemimpinan Amangkurat I

Amangkurat I mulai melakukan kerjasama dgn VOC belanda pada tahun 1677 untuk mengatasi pemberontakan di seluruh wilayah Mataram terutama di kota pelabuhan di pesisir utara Jawa. Pemberontakan mulai padam saat Amangkurat II berkuasa, menghancurkan seluruh kota pelabuhan pesisir agar tidak ada pemberontakan lagi. Industri pembuatan Kapal Jawa mengalami kehancuran di masa ini. Tuban, Rembang, Jepara, Juwana yang terkenal sebagai daerah pembuat kapal dengan tonase yang besar mengalami kekosongan aktivitas untuk waktu yang lama. Para pekerjanya banyak yang hijrah keluar Jawa.

Jalur Bengawan Solo Dalam Kekuasaan Belanda

Imbalan terhadap turut sertanya VOC dalam urusan internal pemadaman pemberontakan di wilayah Mataram juga turut serta melemahkan Mataram sekaligus industri maritim Jawa. Yang paling vital adalah pada tahun 1677 VOC membuat kebijakan untuk melarang seluruh daerah pelabuhan di pesisir Jawa untuk membuat Kapal dengan ukuran tonase yg besar. VOC hanya membolehkan mereka membangun kapal kecil dengan tonase tidak lebih dari 50 ton untuk kepentingan dagang. Hal ini telah mengubur peradaban maritim Jawa pada titik terendah & menghilangkan skill para pekerjanya. Walaupun pada tahun 1700 VOC membolehkan lagi untuk membuat kapal dengan ukuran besar (400-600 ton) dalam melakukan pembuatan di pelabuhan Juwana & rembang. Tetapi Kapal lebih pada fungsi dagang & untuk kepentingan VOC, tidak ada lagi kapal dengan fungsi militer untuk tujuan ekspansi.

Selanjutnya setelah berakhirnya perang Madiun tahun 1810 dan perang Diponegoro 1825 yang Belanda menangkan, selanjutnya aliran sungai Bengawan Solo menjadi sarana strategis militer Belanda. Belanda banyak mengerahkan kapal kapal perangnya melintasi sungai Bengawan Solo sekaligus mengontrol perdagangan hulu hilir.

Hal ini banyak membuktikan temuan bangkai kapal masa lalu di sepanjang sungai Bengawan Solo, salah satunya tak jauh dari penemuan bangkai kapal itu, terdapat benteng Van den Bosch atau yang warga sebut Benteng Pendem. Benteng Belanda itu terletak di titik pertemuan Bengawan Solo dan Bengawan Madiun di Ngawi. (bangkai kapal) itu peninggalan Belanda setelah menghubungkan dengan Benteng Pendem.

Selain itu, zaman dulu Bengawan Solo terkenal sebagai sungai yang menjadi jalur utama lalu lintas air. Pengiriman barang dari Surakarta (Jateng) ke Gresik (Jatim) selalu melalui jalur sungai.

Artefak Zaman Penjajahan Berada Di Daerah Balun, Sudagaran

Sampai sekarang, artefak (peninggalan sejarah) zaman penjajahan terlihat di sekitar Cepu di daerah Balun Sudagaran sebagai pusat perdagangan kuno yang sampai sekarang masih ada sejarahnya, juga di seputar desa Panolan dan desa jipang, kemudian di pabrik kilang minyak di Ngareng Cepu, juga di desa Kalangan, Bojonegoro. Di sana terdapat sumur-sumur tua peninggalan Belanda yang tinggal fondasi-fondasinya.

Menurut catatan, penemuan bangkai kapal di Bengawan Solo tidak hanya kali ini. Dua tahun lalu, misalnya, menemukan bangkai kapal di aliran Bengawan Solo di Kecamatan Ngraho dan Kecamatan Malo. Dua kapal tersebut terduga berasal dari tahun 1300-an. Kapal-kapal tersebut teridentifikasi berasal dari luar (Nusantara). Salah satunya dari kerajaan di Bangkok, Thailand.

Sedang di aliran sepanjang tepian perbatasan Blora-cepu, banyak terdapat perahu-perahu yang karam. Masyarakat sekitar banyak menemukan artefak berupa guci – piring keramik tua, uang kepeng, perhiasan dan kayu kayu bekas perahu masa lalu. Kebanyakan yang masih terselamatkan adalah perahu yang lebih muda usianya dengan menggunakan bahan material Baja atau kombinasi Kayu dan baja. Sedang yang berbahan kayu, lapuk hancur termakan usia.

SEJARAH SUNGAI BENGAWAN SOLO

UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

About the author : Ryan Winters
Tell us something about yourself.