Terhantam Badai Terdampar di Australia, Nasib 11 Nelayan Indonesia 6 Hari Tanpa Makanan Dan Minuman
Sebanyak 11 nelayan Indonesia yang berasal dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka terdampar selama enam hari di sebuah pulau kecil di perairan Australia detelah terhantam badai.
Mereka dalam keadaan tanpa makanan dan minuman setelah terhantam Siklon Tropis Ilsa. Sampai akhirnya terselamatkan oleh pihak berwenang Australia pada Senin (17/04) malam.
Perahu Motor (PM) Dioskuri 01 berhasil selamat dari badai dan terdampar di pulau pasir kecil bernama Bedwell, di Rowley Shoals, Australia. Kapal itu berisi 10 orang penumpang.
Sementara itu, perahu lainnya yang belum terdeteksi namanya, yang juga berpenumpang 10 nelayan, terlaporkan tenggelam dalam kondisi cuaca ekstrem.
Konsulat RI (KJRI) di Darwin menyatakan sembilan nelayan masih belum ditemukan.
Namun, satu nelayan berhasil menyelamatkan diri dengan menggunakan jeriken, kata Otoritas Keamanan Maritim Australia (AMSA).
Dia bertahan selama 30 jam di laut sampai akhirnya terdampar di pulau yang sama dengan para nelayan yang selamat.
ABC melaporkan para nelayan itu berasal dari Desa Papela dan Desa Daiama di Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, NTT.
Kepala Desa Daiama, Heber Laores Ferroh, memberikan keterangan kepada ABC. Nelayan yang hilang termasuk keponakan dan pamannya, yang menjadi kapten kapalnya.
Heber mengaku terkejut mendengar kemungkinan bahwa ada warganya yang hilang.
Siapa saja yang selamat dan bagaimana mereka terselamatkan?
Dua kapal penangkap ikan itu berangkat dari Papela, Rote Ndao, NTT, pada 6 April 2023, pukul 11.00 WITA.
Setelah berlayar hampir dua minggu, kedua kapal tersebut terjebak dalam kondisi cuaca ekstrem akibat Siklon Tropis Ilsa.
Nama 10 nelayan yang selamat, antara lain: Welhelmus Bura’a (juragan), Yanwance Bella, Im Daan. Serta Iban Pau, Bai Rano, Thomson Risi, Sepri Rote, Sahbudin Mala, Gat Doma, dan Rahman Iwan Ndun.
Satu nelayan lagi tidak tersebutkan namanya. Dia kategori sebagai anak karena umurnya di bawah 18 tahun.
Mereka pertama kali terdeteksi oleh pesawat patroli Pasukan Perbatasan Australia (ABF), pada Senin (17/04). Dalam operasi pengawasan beberapa hari setelah Siklon Tropis Ilsa menghantam barat laut Australia pada pekan lalu.
Kemudian, ABF memberi tahu Otoritas Keamanan Maritim Australia (AMSA) untuk menyelidikinya.
AMSA menemukan kamp darurat dan memanggil tim darurat dari PHI Aviation.
Pada Senin sore, PHI Aviation mengirim helikopter dari Broome, Autralia Barat, untuk mengevakuasi para nelayan.
Pakar SAR PHI Aviation, Gordon Watt, mengatakan fakta bahwa para nelayan itu bisa bertahan begitu lama adalah hal yang “luar biasa”.
Siklon Tropis Ilsa memiliki kekuatan kategori 5, dengan kecepatan angin yang mencetak rekor baru. Siklon itu tersebut-sebut sebagai yang terkuat dalam 12 tahun terakhir.
Kemlu Indonesia : Kondisi 11 nelayan sehat dan akan dipulangkan.
Sebanyak 11 nelayan yang berhasil teeselamatkan menjalani pemeriksaan medis di Rumah Sakit Broome, kata AMSA.
Mereka ternyatakan sehat, meski baru saja mengalami kondisi yang berat.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Judha Nugraha, mengatakan. Para nelayan itu akan mereka bawa ke Darwin dan jadwalnya tiba pada Rabu (19/04).
“Konsulat RI di Darwin telah meminta akses untuk menemui para nelayan dan memberikan bantuan yang para nelayan itu perlukan. Konsulat RI juga akan memfasilitasi proses repatriasi para nelayan ke Indonesia,” kata Judha dalam pesan singkat.
Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan NTT, Mery Foenay, mengatakan saat ini para nelayan itu “sudah berada di Darwin”. Itu Mery sampaikan kepada wartawan Eliazar Robert yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (19/04) sore.
Mery mengatakan pihaknya terus melakukan koordinasi dengan KJRI Darwin terkait kondisi dan kepulangan 11 nelayan.
Dalam berita resmi yang tersampaikan Konsulat RI di Darwin kepada Pemerintah Provinsi NTT. 11 nelayan itu penetapannya sebagai Non-warga negara Australia yang Melanggar Hukum (Unlawful Non Citizens/UNCs) dan tertahan berdasarkan Migration Act 1958 karena telah memasuki zona penangkapan ikan Australia.
Namun, setelah mempertimbangkan beberapa hal, termasuk trauma yang teralami para nelayan, pihak berwenang Australia memutuskan untuk melakukan repatriasi “tanpa melalui suatu proses pengadilan”.
Selama menunggu penjadwalan repatriasi dengan pesawat komersial dalam waktu satu minggu ini. Para nelayan mendapat tempat di detensi imigrasi Northern Alternative Place of Detention (NAPOD) di Hotel Frontier Darwin.
Sumber : bbc.com
Terhantam Badai Terdampar di Australia
UT Hong Kong & Macau; Desain Website oleh Cahaya Hanjuang