Uang Logam dan Permen Dalam Transaksi Penjualan
Bank Indonesia (BI) buka suara perihal banyaknya masyarakat yang menolak bertransaksi menggunakan uang receh alias uang logam.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Marlison Hakim menegaskan bahwa masyarakat yang menolak uang logam bisa terkena sanksi pidana hingga denda ratusan juta rupiah. Pasalnya, uang logam merupakan bagian dari mata uang rupiah, sehingga transaksi dalam pembayaran juga sah apabila menggunakan uang logam juga.
“Sepanjang transaksi pembayaran itu wajib menggunakan rupiah, baik logam maupun kertas,” tegasnya kepada wartawan, Senin (20/3/2023).
Aturan mengenai tindak pidana tersebut ada di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dan spesifiknya pada Bab X Ketentuan Pidana. Pada Pasal 33 ayat (2) tertuang larangan penolakan uang rupiah, baik itu uang logam maupun uang kertas. Berikut bunyi aturan tersebut:
“Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Oleh karena itu, Marlison mengatakan, tidak boleh ada sikap untuk melakukan penolakan terhadap rupiah tersebut. Ia mengimbau agar masyarakat tidak memisahkan antara uang kertas dan uang logam.
“Masyarakat kita ajak berpikir jangan pernah menganggap uang itu kita pisahkan antara kertas sama logam, karena itu sama-sama mata uang, karena sama-sama bernilai. Oleh karena itu, masyarakat tidak boleh menolak untuk memilih uang yang hanya kertas atau logam, tidak, tidak boleh,” tegasnya.
Lebih lanjut, Marlison mengatakan pihaknya senantiasa merespon penolakan di masyarakat dengan meningkatkan edukasi mengenai pentingnya pecahan logam. Pihaknya juga terus meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap uang logam. Dengan cara terus mendorong agar masyarakat tidak hanya melihat dari sisi pecahannya saja. Namun juga nilai dan gambar yang tertera dalam mata uang tersebut.
“Kalau sanksi itu di aparat penegak hukum, tapi dari kami tentunya adalah edukasi ke masyarakat bahwa walaupun pecahan logam kecil itu, tapi jangan Anda hilangkan. Uang 1000 kalau nggak ada 50 menjadi 950 loh, ya seperti itulah kita ingatkan,” ujarnya.
“Kedua, jangan dilihat pecahannya saja, bagaimana nilai, gambar pahlawan, itu yang kita dorong kepada masyarakat,” pungkasnya.
Selain itu, belakangan juga ramai kabar bahwa masyarakat mengeluh karena adanya permen menjadi pengganti uang kembalian oleh pelaku usaha kecil. Bank Indonesia pun akhirnya angkat bicara tentang hal ini.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim menegaskan, semua transaksi pembayaran wajib menggunakan rupiah termasuk uang kembalian. Artinya, tidak boleh menggunakan permen ataupun hal lainnya.
“Sesuai dengan ketentuan yang berlaku jika semua transaksi pembayaran wajib menggunakan rupiah. Masyarakat pun berhak dan wajib menggunakan rupiah dalam setiap transaksi termasuk pengembalian,” tegasnya, Senin, 20 Maret 2023.
Lanjutnya, kembalian dalam bentuk permen atau bentuk lain termasuk dalam bentuk penelantaran hak-hak konsumen. Ini sesuai dengan UU Mata Uang, Pasal 23 ayat (1). Yang berbunyi “Setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah”.
Selain itu, pihaknya menegaskan bagi pelaku usaha yang mengganti uang kembalian dengan permen bisa terjerat pidana dengan ancaman hukuman penjara maksimal satu tahun dan denda Rp200 juta.
Hal ini mengacu kepada Pasal 33 ayat (1) UU Mata Uang juga menyebutkan, “Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau transaksi keuangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)”.
“Artinya uang kembalian harus menggunakan rupiah sebagai bentuk transaksi pembayaran sedangkan permen dan sebagainya bukan alat pembayaran yang sah dan tidak dapat digunakan sebagai uang kembalian,” pungkasnya.
*Sumber : cnbc.com
Uang Logam dan Permen
UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang