Cakra Manggilingan – Silih Berganti Peradaban Manusia

Warisan kecerdasan dalam ajaran pengetahuan leluhur Nusanatara, sering kali hadir dalam ungkapan kalimat yang singkat, padat, sederhana.

Pada bentuk lain tampil dengan membutuhkan bekal pengetahuan yang lebih tinggi tingkatannya. Seperti; sunyata, sandi, sasmita, siloka, sindir, silib, sampir.

Cakra Manggilingan Silih Berganti

Namun sejatinya pada semua ajaran pengetahuan dalam kalimat itu mengandung pengertian mula yang sangat luas, mendalam, sempurna, mencakup berbagai hal. Mulai dari partikel terkecil kehidupan di buana semesta ini, hingga kepada segala unsur dan bentuk yang maha besar. Banyak contoh masih bisa kita temukan penggunaannya, baik dalam Bahasa Indonesia maupun bahasa daerah.

Saya terutama lebih banyak menemukan dalam bahasa masyarakat di Jawa Barat karena tempat keliharan dan sumber bahasa ibu bagi saya. Tentu kita bisa memikirkan secara kritis bahwa hal serupa ini ada juga di daerah-daerah lainnya. Sedikit saya ketahui dalam bahasa daerah lain. Seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, NTT, Sulawesi, Ambon, Papua, hingga ke banyak negara lain eks wilayah Nusanatara di masa lampau.

Sejumlah Ungkapan

Pembaca, terutama yang berasal dari Jawa Barat, tentu tidak asing dengan sejumlah ungkapan yang akan saya tuliskan selanjutnya.

Silih asih, silih asuh, silih asah. Silih wangi. Ya, delapan kata singkat dan sederhana dengan satu kata mengalami empat kali pengulangan. Atau kita bisa menuliskan lebih singkat juga; silih asih, asuh, asah, silih wangi. Ungkapan tersebut mengandung pengertian luar biasa hebat. Bahwasanya setiap orang perlu saling mengasihi, saling mengayomi, saling mendidik, serta saling mendukung. Itu demi terwujud dan tercapainya tata kehidupan peradaban dan kebudayaan tinggi manusia.

Cakra Manggilingan Silih Berganti

Gemah ripah loh jinawi. Satu ungkapan yang memberikan gambaran setiap orang bisa membayangkan situasi kehidupan sejahtera dan makmur suatu kelompok manusia bagi semua orang. Tanpa ada stiwa kejahatan kemanusiaan sama sekali. Secara lingkungan kecil hingga wilayah kenegaraan, bahkan pada buana semesta kebumian. Indonesia, saat ini, memang masih belum tepat mengaku bahwa situasi sudah demikian gemah ripah loh jinawi. Masih ada kemiskinan, masih ada pengangguran, kesenjangan ekonomi, kejahatan, korupsi, hingga penindasan hak asasi manusia dalam kategori pelanggaran berat.

Dihin pinasti anyar pinanggih. Segala sesuatunya adalah hal yang pasti, manusia saja yang baru bisa mengetahuinya kembali. Manusia baru bisa mengerti lebih banyak setelah mempelajari dan mengkajinya. Segala upaya manusia tidak lebih hanyalah untuk mencari kembali, menemukan kembali, re-search, riset.

Itu sedikit contoh saja di atas.

Cakra Manggilingan – Silih Berganti Segala Sesuatu Dalam Kehidupan

Pun dengan istilah cakra manggilingan, serupa dengan sejumlah contoh ungkapan sebelumnya. Banyak tulisan saya baca menuliskan dan menyebutkan bahwa cakra manggilingan adalah tentang perputaran roda kehidupan manusia. Tentang saat manusia perlu diam dan saat manusia perlu berbicara atau bertindak. Saat manusia perlu bersantai dan saat manusia perlu bekerja keras. Serta kebanyakan pesan untuk perlunya manusia bisa mengerti konsep ini tentang kebaikan dan keburukan yang terjadi pada pribadinya, supaya bisa mendapatkan ketenangan dalam hidup secara lahir maupun batin.

Cakra Manggilingan Silih Berganti

Bagi saya tidak sesempit itu. Cakra manggilingan lebih luas tidak hanya sebatas lingkup manusia. Namun juga mencakup makhluk hidup lain, tumbuhan dan satwa, lingkungan hidup dengan berbagai benda-benda material dan imaterial. Baik yang terskala, pun yang niskala. Semua yang ada di jagat raya ini mengandung konsep yang terkristal dalam sebutan istilah cakra manggilingan.

Cakra manggilingan adalah siklus. Air mengalir dari hulu-hulu di pegunungan, mengalir melalui sungai-sungai dan resapan-resapan tanah yang ia lalui menuju tempat rendah hingga akhirnya sampai ke laut. Air laut terevaporasi menjadi uap-uap air yang sebagian terbawa ke daratan lalu terjatuh dalam bentuk hujan, termasuk di wilayah pegunungan.

Siklus terbitnya matahari di pagi yang indah dan cerah, hingga terbenam di sore hari. Berulang terus menerus seperti itu dari hari ke hari, setiap hari, minggu, bulan, tahun, windu, dekade, dan seterusnya. Tanaman berbuah dari musim ke musim menyediakan sumber pangan bagi semesta kehidupan. Pun siklus musim saatnya satwa-satwa saling berjodoh dan beranak pinak demi keberlanjutan spesiesnya.

Keunikannya adalah bahwa di luar manusia, atau dengan kata lain hanya mengecualikan manusia, cakra manggilingan terjadi dengan bebas nilai. Hanya pada manusia kemudian segala sesuatunya jadi memiliki nilai, baik atau buruk, senang atau susah, rejeki atau sial.

Cakra Manggilingan Dalam Peradaban Manusia

Kembali kepada fokus seputar manusia, cakra manggilingan merupakan siklus yang melibatkan perubahan. Baik itu secara pribadi, secara kelompok, secara kesukuan atau kedaerahan, secara bangsa bernegara, hingga umat manusia sedunia dalam kesatuan.

Bukti peradaban tinggi Nusanatara kita masih bisa melihatnya dari bangun-bangunan pra sejarah, pun bangunan sejarah semacam candi-candi, seni budaya tari-tarian, karya perupa dalam bentuk gambar, patung atau lainnya. Bukti peradaban Mesopotamia, Mesir, Inca, Maya, Aztec, Romawi kuno, dan bangsa-bangsa lainnya. Semua ada warisan yang masih bisa kita lihat. Pun era kesultanan. Termasuk catatan-catatan sejarahnya.

Cakra Manggilingan Silih Berganti

Setiap peradaban tersebut lahir hadir, bangkit, berkembang, hingga mencapai puncaknya, lalu mengalami kemunduran atau bahkan hancur oleh berbagai alasan. Itu sudah merupakan bukti berlakunya sistem yang teristilahkan dengan sebutan yang terkenal sebagai cakra manggilingan.

Kebangkitan peradaban manusia di berbagai belahan bumi, di semua bangsa-bangsa, ini juga melahirkan nilai yang menyertainya. Peradaban dan penggunaan teknologi pada satu bangsa mendapat anggapan sebagai maju atau modern, dan membandingkan dengan peradaban lain dengan anggapan kuno atau mungkin menyebutnya terbelakang. Demikianlah manusia membuat nilai, dan manusia juga yang melakoni nilai-nilai itu.

Cakra Manggilingan Dalam Revolusi Industri

Dalam konteks kekinian, setidaknya sejak Revolusi Industri yang terjadi pada periode antara tahun 1760-1850. Ketika terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi. Serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi ini menyebabkan terjadinya perkembangan besar-besaran yang terjadi pada semua aspek kehidupan manusia. Singkatnya, revolusi industri adalah masa pekerjaan manusia di berbagai bidang mulai digantikan oleh mesin. Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan menyebar ke seluruh dunia. Maka peradaban yang mendapat anggapan maju atau modern saat ini adalah peradaban Barat.

Hal ini memang tidak mudah memungkirinya. Sementara semua bangsa lainnya masih mencoba bertahan dengan berbagai kearifan lokalnya, sambil mengadopsi dan ikut menggunakan banyak produk hasil peradaban Barat ini.

Revolusi Industri menandai terjadinya titik balik besar dalam sejarah dunia, hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari terpengaruh oleh Revolusi Industri. Khususnya dalam hal peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan rata-rata yang berkelanjutan dan belum pernah terjadi sebelumnya. Selama dua abad setelah Revolusi Industri, rata-rata pendapatan perkapita negara-negara di dunia meningkat lebih dari enam kali lipat. Seperti pernyataan seorang pemenang Hadiah Nobel, Robert Emerson Lucas. Bahwa, “Untuk pertama kalinya dalam sejarah, standar hidup rakyat biasa mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan. Perilaku ekonomi yang seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya”.

Inggris memberikan landasan hukum dan budaya yang memungkinkan para pengusaha untuk merintis terjadinya Revolusi Industri. Faktor kunci yang turut mendukung terjadinya Revolusi Industri antara lain :

(1) masa perdamaian dan stabilitas yang diikuti dengan penyatuan Inggris dan Skotlandia, (2) tidak ada hambatan dalam perdagangan antara Inggris dan Skotlandia,
(3) aturan hukum (menghormati kesucian kontrak),
(4) sistem hukum yang sederhana yang memungkinkan pembentukan saham gabungan perusahaan (korporasi),
(5) adanya pasar bebas (kapitalisme).

Cakra Manggilingan Siklus Teknologi

Kita menggunakan teknologi dan berbagai alat buatan Barat, meski mungkin produksi pembuatan dan pengembangan konsepnya terjadi di Indonesia, kiblatnya masih tetap Barat juga. Mulai dari pakaian, tempat tinggal, kendaraan, perangkat kerja, banyak dan tentu tidak perlu kita sebutkan satu per satu di sini.

Saya sering menganalogikan dengan pekerjaan Akuntansi. Di masa lampau orang mengerjakan Akuntansi menggunakan alat tulis kertas dan pena. Keahlian dan proses kerja dari awal hingga akhir pekerjaan laporan keuangan oleh manusianya. Artinya jelas, keahlian ada pada manusianya.

Saat ini telah hadir teknologi komputer, internet, menggantikan sebagian besar pekerjaan manusia. Manusia dengan pengetahuan Akuntansi mengalami degradasi nilai meski berpengetahuan sama. Akuntansi tidak banyak perubahan dari masa ke masa yang cukup lama sejak lahirnya pengetahuan ini.

Sekarang manusia kebanyakan sebatas menjadi operator, memasukkan data transaksi ke dalam jurnal yang sudah tersedia pada perangkat komputer. Pekerjaan selanjutnya, ledger, trial balance, balance sheet, dan profit / (loss) statement, pekerjaan oleh komputer hingga selesai. Manusia kemudian hanya perlu memeriksanya, karena peluang terjadinya kesalahan, baik kesalahan oleh manusia, maupun kesalahan aplikasi dalam sistem komputer, andai memang ada.

Cakra Manggilingan Silih Berganti

Contoh lain dalam hal komunikasi. Di masa lampau untuk bisa berkomunikasi, orang harus datang jumpa dengan orang lainnya. Sejak temuan teknologi telepon, hingga hadirnya telepon yang lebih pintar dari manusianya, semua telah berubah. Orang tidak perlu jumpa di satu ruang pun bisa berkomunikasi. Bahkan terbentang jarak tak hingga pun masih bisa.

Intinya, keahlian bahkan kepintaran daya cipta manusia telah berpindah kepada alat. Celakanya kesehatan manusia pun menjadi tergantung kepada alat juga. Entah itu mulai dari obat-obatan, hingga alat untuk tindakan terapi operasi besar untuk penyembuhan ketika manusia mengalami sakit.Padahal sejatinya kesembuhan letaknya sudah ada di dalam tubuh manusia itu sendiri.

Cakra Manggilingan Silih Berganti Di Indonesia

Sadar atau tidak, setuju atau tidak, itulah kenyataan yang terjadi. Pun terjadi pada Bangsa Indonesia. Negeri warisan bangsa berperadaban tinggi Sangsakerta, Nusanatara, telah mengalami kemunduran dengan sebutan “jauh tertinggal” karena tergerus arus peradaban Barat ini. Mulai dari kebahasaan, hingga cara-cara hidup yang seharusnya menjadi cara ciri hidup sebuah bangsa.

Cakra Manggilingan Silih Berganti

Celaka juga, karena Bangsa Indonesia masih baru sedikit saja warisan ajaran, kecerdasan, pengetahuan dan keahliannya, tidak atau belum bisa banyak berpindah kepada alat yang “maju atau modern”. Warisan DNA kecerdasan itu masih terikat di relung-relung daya cipta manusia Indonesia. Berakibat hampir semua manusia Indonesia menjadi satrio piningit akhirnya. Ksatria yang terikat, terpingit, tidak merdeka, terjajah mental dan pikirannya.

Cakra Manggilingan Silih Berganti

Saat ini Bangsa Indonesia memang bisa, sanggup membangun berbagai infrastruktur, sarana dan prasarananya, untuk menunjang kehidupan dan penghidupan. Namun belum bisa lagi membuat bangun-bangunan yang bisa bertahan ribuan tahun.

Dampak “kemunduran” masih terlihat dan bahkan kita rasakan sendiri. Jangankan untuk membuat suatu seni budaya baru, atau bangun-bangunan megah ribuan tahun. Bahkan untuk makan saja rakyat harus bekerja keras. Berpikir untuk hari ini, paling banyak untuk bertahanan bulanan dengan bentuk gaji. Rakyat masih bisa tidak memiliki dan atau kehilangan tempat tinggal. Tidak bisa melakukan perjalanan jauh sesuai keinginan. Dan banyak contoh lain.

Kabar Dan Artikel

Sedikit melegakan bahwa warisan ajaran leluhur Bangsa Indonesia terkemas secara apik dan membuktikan betapa luar biasa kecerdasan mereka di masa lampau. Generasi di masa kini masih bisa menemukan, mempelajari dan mengembangkannya jika punya kemauan. Kecuali generasi saat ini memang merasa wajib untuk menghapus dan menghancurkan jejak sejarah peradaban tinggi leluhurnya sendiri.

Cakra Manggilingan Silih Berganti

UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

About the author : Tim Kreatif
Tell us something about yourself.