Harus Berobat Ke Penang

Iyyaas Subiyakto Di Surabaya

Kepada Yth.
Presiden RI
Bpk. Ir. Djoko Widodo
Di Indonesia.

Dengan hormat,

Membaca pemberitaan tentang devisa kita yang terbang 163 T dari kocek 2 juta manusia Indonesia yang senang berobat ke luar negeri khususnya Malaysia.

Dapat saya sampaikan beberapa hal kebetulan saya sejak 20 tahun yang lalu sudah selalu ke Penang untuk berobat. Alasannya :

Harus Berobat Ke Penang
  1. Kami di keluarga pernah ada 7 kasus gagal penanganan di Indonesia. Dari mulai kakak kami yang sakit jantung sampai lehernya dilubangi dan tak jelas tindakannya, akhirnya diselesaikan di Penang. Menyusul kakak kedua kasus sakit paru-paru, solusinya ditemukan di Penang.
  2. Istri saya kena serangan sakit pergelangan, diselesaikan di Penang karena beberapa kali berobat di Surabaya, hasilnya tak ada.
  3. Cucu kami kena epilepsi 1 tahun berobat di Jakarta dengan obat yang harus dimakan 18 butir sehari. Ternyata setelah cek di Penang, semua hanya obat penenang. Di Penang di tangani prof. Hanifa, mendapat hanya sebutir obat selama 2 tahun. Alhamdulillah selesai.
  4. Kakak ipar saya sakit perut hampir dipaksa operasi di Siantar, dan minta DP 25 juta, kami larikan ke Penang, hanya mendapat obat harga Rp. 500 ribu, selesai.

Kalau bapak mau lihat sehari-hari ada Rumah Sakit yang full terisi 90% oleh orang Indonesia. Island Hospital, Adventist, dan Lam Hoa’i (Lam Wah Ee???). Silakan tanya pasien dari Indonesia rata-rata masalah penanganan dokter yang semena-mena dan harganya nyekek leher.

Saya pengidap diabet yang 3 tahun karena pandemi tidak ke Penang. Biasanya saya mendapat resep dengan biaya 800 ribu – 1 juta rupiah untuk 1 bulan. Selama saya di Surabaya saya coba ganti dokter dan obat saya semua ganti, sekali ambil resep Rp. 4 juta, kalau beli di luar RS bisa dapat 2,5 – 3 juta. Sekarang online malah bisa 50%.

Yang parahnya, 3 bulan pertama ganti obat gula saya yang rata-rata 180 bisa melonjak ke 350. Kreatin saya yang 1,20 naik menjadi 2,07. Dan HBA1c saya naik dari 7,6 menjadi 10,6. Ini parah, rah..

Hal yang sama kalau tidak salah pernah tersampaikan oleh BPK LBP. Tapi semua percuma kalau hanya teriak. Intinya AL..

  1. Dokter di Malaysia hanya praktek pada 1 Rumah Sakit. Dan tidak matere.
  2. Rumah Sakit di sana tidak jualan kamar dan obat. Mereka tawarkan obat dan pilihan beli di luar, ada apotik langganan orang Indonesia yang juga rekom dokter.
  3. Rumah Sakit tidak pernah mentarget pasien. Mereka sangat profesional dan humanis.

Menurut saya bapak tidak perlu survey ke sana. Suruh saja orang yang langganan berobat Penang dan Rumah Sakit lainnya tanyakan kepada mereka alasannya. Bapak bisa buat pertanyaan resmi via medsos. Dan minta mengisi secara jujur dan benar. Saya jamin 1 Minggu bapak akan dapat informasi valid.

Yang lainnya Bpk juga harus lihat gaya Hedon para dokter Indonesia serta selalu jadi salesman pabrik obat. Menurut saya beri peringatan keras dan pindahkan ke Papua bagi yang tidak patuh terhadap kode etik dokter.

Jangan terlalu diserahkan ke IDI karena organisasi itu hanya berperilaku bahwa dokter adalah masyarakat kelas satu.

Jadi kalau kita bandingkan dokter lebih tak bermoral kalau dia kaya dari duit orang sakit. Karuan pegawai pajak kaya, malak orang berduit walau hal itu tetap salah.

Ayolah Pak Presiden, Bapak harus cepat bertindak. Kalau tidak devisa kita akan makin banyak nyeberang ke tetangga hanya karena di negerinya pasien dibuat tak berharga.

Duit disikat, sakitnya gak terangkat. Akhirnya pasien yang sekarat. Dokter seperti ini yang mau di bilang bermartabat? 😬😱😳

Hehe..

Harus Berobat Ke Penang

UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

About the author : Tim Kreatif
Tell us something about yourself.