Misteri Pas Foto Gentayangan
Tulisan oleh : Icha (Backpacker Indonesia)
Every journey has its story, demikianlah konon kata pepatah. Bagi saya pepatah ini benar adanya.
Dalam setiap perjalanan, selalu ada kisah yang layak dibawa pulang, sebagai oleh-oleh penuh kesan. Entah kisah horor penuh hawa mistis, kisah romantis nan melankolis, atau yang memilukan bahkan memalukan.
Lengkaplah semua koleksi saya. Bisa berjilid-jilid kalau menjadi kisah, dan itu akhirnya jadi “a very good idea” sekarang.
Mengapa?
Agar semua kenangan terbekukan tak menghilang dalam ingatan. Agar “area penyimpanan” data di otak berkurang. Dan agar pembaca (mungkin) berkenan memetik pelajaran dari aneka kejadian.
Check it out…
Misteri Pas Foto Gentayangan
Dulu saya males cerita beginian. Soalnya suka ada yang bilang halu atau malah edan. Jadi saya cukup selektif mengisahkan, hanya pada orang-orang terdekat saja.
Tapi karena sudah sekian kali mengalami, saya jadi percaya. Terkadang pribadi-pribadi di alam sana, sedang berbaik hati menyapa. Bahkan sebagian seperti sengaja memberi privilege khusus, dalam berbagai bentuk platform yang berbeda.
Jadi pesan buat yang baca, kalau percaya saya ikut bahagia. Kalau enggak, ya enggak masalah. Boleh anggap hiburan saja.
Kisahnya bermula saat saya dan sejumlah teman menjadi tamu undangan KBRI Kamboja dalam suatu acara. Saat itu salah satu kegiatan yang di-arrange oleh pihak kedutaan adalah mengajak kami mengunjungi Museum Tuol Sleng.

Museum ini adalah salah satu obyek wisata terkenal di Phnompenh, yang merekam sejarah kekejaman pendudukan rezim Pol Pot di era tahun 70 an. Pol Pot, seorang pemimpin partai yang pendukungnya golongan masyarakat kelas bawah, seperti kaum petani, buruh dan orang-orang yang umumnya tidak berpendidikan cukup.
Kebijakan Pol Pot bertujuan memerangi kapitalisme dan menghukum warga yang ia anggap antek kapitalis. Orang-orang tersebut adalah penduduk kota besar, terutama yang terpelajar, bekerja kantoran dan dianggap memiliki kesejahteraan di atas rata-rata.
Genosida Jutaan Warga Kamboja
Jutaan warga Kamboja dibunuh, terutama pejabat pemerintah, warga terdidik dan orang kaya. Guru, dosen dan pegawai pemerintahan yang pertama dijemput paksa bersama keluarga. Mereka masuk ke “kamp konsentrasi” dadakan yang bermunculan di segala penjuru.
Tuol Sleng adalah salah satunya. Bangunan sekolah ini tiba-tiba menjadi penjara bagi warga yang dianggap musuh rezim Pol Pot.
Saat masuk k esini, tahanan akan diregistrasi secara khusus. Data nama dan identitas pribadinya, berikut “kesalahan” yang ditimpakan padanya.
Contohnya karena ia bergelar S1. Atau karena ia pegawai pemerintah yang dulu antek orang kaya. Atau bahkan alasan silly macam: ia berkaca mata. Karena umumnya orang pintar itu berkaca mata. Orang pintar adalah musuh negara. Masuk tahanan!
Mereka juga difoto dengan mesin foto kuno, dalam bentuk pas foto warna hitam putih. Satu orang satu pas foto saja, untuk menghemat kertas foto yang mahal dan langka. Setelah itu, mereka akan masuk dalam sel-sel yang tersedia sambil menanti entah hukuman yang akan tiba.
Berbagai Cara Penyiksaan Keji Ada Di Tuol Sleng
Karena minimnya ruangan dan begitu banyak tawanan yang berdatangan, sel mereka buat pas seukuran tubuh manusia. Ruang kelas bersekat seukuran orang duduk, dan tahanan berhari- hari berdiam di sana. Sampai kapan? Sampai ajal tiba, jika beruntung dihabisi di sana.
Tuol Sleng lengkap dengan peralatan untuk mengakhiri hidup para tahanan yang lalu jadi bahan pameran. Tiang gantung bertebaran di mana-mana. Aneka ember berjajar di suatu sisi. Gunanya untuk mencelupkan kepala orang dewasa atau bayi di dalamnya. Biar mati mudah kehabisan napas karena tenggelam. Tenggelam dalam ember!
Kursi penyiksaan berikut alat-alatnya, name it, semua ada. Tembak, gantung, tombak, adalah cara sebagian besar tawanan tewas. Dan yang berbiaya paling murah, yang paling sering digunakan untuk menghabisi nyawa, yaitu tombak dan pancung.

Ada rumor bahwa makin kuno dan murah alat yang digunakan, lebih disarankan. Karena membuat tawanan menderita lebih lama. Peralatan modern, seperti peluru dan aneka racun harus di irit karena… mehong ciiinttttt.
Ada cerita tentang pelukis yang harus mendokumentasikan pembunuhan tiap tawanan dalam bentuk lukisan (karena kertas film kan mahal). Bayangkan ia harus melakukan itu setiap hari, entah banyak kali dalam sehari. Melukis kekejaman perilaku manusia pada sesamanya. Konon pelukis itu akhirnya bunuh diri karena depresi.
Kekejaman manusia yang tersaji di sana, sungguh tidak terbayangkan. Saya enggak sanggup membahasnya lebih panjang.
Lorong Penuh Pilu
Tour hampir berakhir, saat kami melalui suatu lorong yang di setiap sisinya ada papan yang berisi foto-foto para tahanan. Papan itu berjajar dari ujung ke ujung dan berakhir di pintu keluar. Foto-foto yang kelak menjadi kenangan terakhir bagi sanak keluarga yang selamat.
Saya iseng menatapi satu-persatu foto.
Hitam putih semua.
Ditata tanpa selera.
Aura yang memancar darinya, menegangkan hati pemirsa.
Tampilan wajah stress, putus asa, ketakutan dan kesedihan.
Hanya tersirat kematian di ujung mata.
Saya melihat wajah ibu berambut lurus sebahu yang hanya menatap nanar ke kamera seolah tidak sadar. Ia memangku seorang bayi bersamanya. Mungkin biar ngirit satu foto isi berdua.
Wajah pria-pria separuh baya yang lenyap sudah aura kehidupannya. Patah hati, patah semangat.
Wajah anak kecil yang ketakutan tapi mereka tidak paham alasannya. Remaja yang sudah tahu maut mengintai mereka, tertunduk lesu tak berdaya.
Semua hampir serupa. Hanya ketakutan dan ketakutan yang oleh wajah-wajah kusam berwarna hitam putih itu teriakkan.
Alangkah kejamnya manusia, ia bisa jadi predator tak berjiwa untuk sesamanya.
Misteri Pas Foto Gentayangan Anak Dengan Pakaian Ala Popeye
Ada satu foto yang menarik perhatian saya. Foto hitam putih seorang anak laki-laki, kira-kira berusia 5 tahun. Ganteng.
Memakai topi pet ala kelasi kapal dengan bordir jangkar di bagian depan. Atasan yang dipakai adalah seragam berkerah angkatan laut, ala Popeye. Seragamnya terjahit rapi dan terlihat nyaman sekali. Yang menarik adalah senyumnya yang ceria laksana foto saat sedang berpiknik saja.
Senyum lebar yang saya masih ingat sampai sekarang, disertai mata belo yang mencerminkan kebahagiaan… dan juga apa ya…? Kecerdasan, kepandaian serta kejahilan.
Foto anak ini sangat berbeda dari pada yang lainnya. Energi kehidupan masih tampak memancar dari wajahnya. Itu sebabnya fotonya nampak “menyolok” dan menarik perhatian saya. Saya pikir anak itu pasti foto dengan bahagia tanpa tahu nasib yang akan menimpanya.
“Kasihan”, batin saya dalam hati. Kadang, ketidakmengertian memang menyelamatkan, setidaknya menunda kepedihan dan ketakutan.
“Tapi apa sih yang kita harapkan dari anak balita? Mereka enggak tahu apa-apa”, saya berucap dalam hati.
Anehnya, foto anak itu ada di papan pertama, demikian juga di papan kedua. Bukannya guide bilang satu orang satu foto? Kan mesti irit.
“Mungkin itu satu-satunya foto terbagus dan terfotogenik. Jadi alih-alih ngirit, malah foto dobel dan dipasang semua di papan. Tapi ini kan bukan foto lomba bayi sehat ya?”
Saya berargumen sendiri dalam hati. Saya mulai curiga. Satu anomali akan mengikuti anomali lainnya, begitu batin saya. Lagian fotonya keliatan beda di papan satu dan dua.
Di papan pertama, foto itu bersemayam dengan bahagia.
Di papan kedua, senyumnya makin keliatan lebar.
Eh…papan ketiga kok ada fotonya juga. Apa kabar ngirit kertas film?
Dari papan ke tiga saya balik ke papan ke dua dan pertama untuk memastikan ke-triple-an foto itu. Orang yang sama tapi senyum yang berbeda, makin lebar setiap scene-nya.
Blaikkkkkkk…
Antara Takut Dan Penasaran
Saya lihat rombongan sudah berada nun jauh di depan sana. Tidak tertarik mantengin foto hitam putih kayak saya.
Saya berniat melaksanakan jurus langkah seribu, berlari mengejar mereka. Tapi kadang orang penakut dan orang penasaran itu beda tipis kan ya. 11 dan 12. Saya masih penasaran. Apakah foto anomali itu akan ada di papan-papan berikutnya? Apakah saya halusinasi atau musti pake kacamata?
Jadi untuk terakhir kalinya, saya perhatikan baik-baik papan ke empat, lima dan seterusnya. Dan foto itu selalu ada, guysssss. Menatap saya dengan tabah saat saya garuk-garuk kepala di depannya.
Aneh bin ajaib. Saya perhatikan lagi papan 5 dan 6. Sama. Ada. Saya berdiri mematung tetap sambil garuk-garuk.
Tiba-tiba salah satu fotonya terlihat membesar. Oh Tuhan. Ini pasti tipuan mata. Gejala minus, atau sunburn gegara seharian keliling kota.
Saya makin penasaran. Saya mendekatkan kepala ke fotonya. Astaga!
Kenapa senyum si balita terlihat makin lebar? Kaget saya mundur teratur. Saya tatap lagi baik-baik. Kali ini dengan hati berdesir dan bulu kuduk merinding.
Tidak hanya senyum si balita makin lebar, tapi juga bola matanya membesar dan pupilnya bergerak kiri kanan. Kalian pernah lihat anak kecil lagi menggoda temannya atau mentertawakan sesuatu? Nah ekspresinya seperti itu.
Dan saya masih ingat betapa hidup ekspresi pas photo hitam putihnya. Saya tak akan heran kalau sehabis ini terdengar suara cekikik geli tertahan yang keluar dari mulut si ganteng balita iseng.
Tiba-tiba kesadaran yang aneh menampar telinga saya. Apakah dia hantu? Arwah gentayangan korban Pol Pot jaman dulu?
Well well, menyadari hal itu mau tak mau rasa penasaran harus berganti langkah seribu. Tanpa berfikir panjang saya langsung balik kanan, dan berlari terbirit-birit menyusul rombongan yang sudah sangat jauh berada di depan.
Jangan Terulang Kembali
Dalam perjalanan pulang terbersit kata, Why me? Apakah wajah bingung saya menarik untuk digoda? Atau dia hanya ingin sekedar menyapa saya, tamu dari jauh yang menyukai cerita-cerita magis tapi lantas tidak bisa tidur karenanya. Mungkin juga ia ingin mengirim pesan melalui saya, bahwa sudah bahagia di sana? Entahlah.
Sampai sekarang, saya masih teringat dengan jelas semua mimik wajahnya dari satu papan ke papan lain. Tentu saya tidak punya foto itu, karena tidak sempat terlintas di benak saya untuk ambil foto saking bingung (dan takutnya).
Semoga semua yang berpulang di sana bisa beristirahat dengan tenang dan memaafkan semua perbuatan sesamanya. Dan yang lebih penting, semoga kekejaman serupa tidak lagi terulang di semua sudut semesta.
Rest In Peace baby sailor, may you always stay in heaven. Amen.
Misteri Pas Foto Gentayangan
UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang