Pengobatan Medis Teraneh Dalam Sejarah Manusia

Di masa kini, pengobatan medis sudah semakin canggih. Masyarakat modern memiliki banyak keistimewaan, salah satunya adalah kemampuan untuk mengunjungi dokter dan mendapatkan pengobatan yang aman dan efektif. Namun, sebelum semua hal itu terjadi, masyarakat di masa lalu mengobati berbagai keluhan sakit mereka dengan beberapa cara pengobatan yang aneh.

Pengobatan medis paling aneh Berikut beberapa lima pengobatan medis paling aneh dalam sejarah manusia, mengutip dari Science Alert, Senin (31/7/2023).

Sebotol kentut

Pengobatan medis paling aneh dan konyol yang pernah terjadi yakni saat wabah Besar London pada tahun 1660-an. Ini adalah masa yang menakutkan, bahkan masyarakat bersedia melakukan apa saja untuk tetap sehat, termasuk mengendus kentut mereka sendiri.

Saat itu, para dokter tampaknya yakin bahwa wabah itu menyebar melalui uap udara yang mematikan dan zat yang berbau busuk dapat menetralisir polusi. Karena itu, beberapa penduduk setempat tampaknya mulai menyimpan kentut mereka di dalam toples, untuk berjaga-jaga jika situasinya tiba-tiba di luar kendali.

Transfusi susu

Sebelum penemuan golongan darah, sekitar setengah dari semua pasien yang menerima darah dari donor akhirnya meninggal.

Pada akhir 1800-an, perawatan atau pengobatan medis menggunakan susu sebagai gantinya, menjadi cukup populer di kalangan dokter di masa itu. Cairan berharga, baik dari sapi, kambing, atau manusia, mereka anggap memberi tubuh bahan mentah. Untuk membuat sel darah putih dengan cara yang lebih aman daripada mengisinya kembali melalui darah donor.

Namun kenyataannya, transfusi susu masih sering mengakibatkan kematian. Ide pengobatan itu pun segera mereka tinggalkan.

Kekuatan mumi

Jika Anda memasuki apotek Eropa pada periode abad pertengahan, ada kemungkinan besar Anda akan keluar dengan sebotol bubuk yang berisi mumi Mesir yang ditumbuk.

Sejak abad ke-12 dan seterusnya, obat mumi tersebar luas di Eropa. Penggunaannya untuk mengobati memar, sakit kepala, luka, kanker, asam urat, atau depresi. Baru pada abad ke-16 para dokter mulai mempertanyakan obat itu.

Kemungkinan besar, pengobatan medis tersebut terjadi akibat kesalahpahaman konyol berdasarkan pada kesalahan penerjemahan teks-teks kuno.

Teks-teks ini berpendapat bahwa bitumen, yang gunanya untuk proses mumifikasi, mereka anggap sebagai bentuk pengobatan. Yang mereka yakini dapat menyembuhkan luka dan anggota tubuh yang patah atau memberikan penangkal racun. Namun malah mumi itu sendiri yang mereka anggap sebagai obat.

Berbaring di bangkai paus

Salah satu kegilaan medis yang lebih baru dan menggelikan terjadi pada akhir abad ke-19 di Australia.

Pasien dengan rheumatoid arthritis diminta untuk berbaring di bangkai paus selama beberapa jam untuk menyembuhkan penyakitnya.

Pengobatan medis yang aneh itu tampaknya ‘ditemukan’ oleh seorang pemabuk yang menemukan seekor paus mati di pantai. Untuk beberapa alasan ia kemudian masuk ke dalam bangkai. Tidak hanya sadar sepenuhnya, ia mengaku sembuh dari rematiknya.

Suntikan jus kubis

Di Roma kuno, ada satu sayuran yang  orang menganggapnya lebih sehat daripada sayuran lainnya. Menurut cendekiawan Romawi terkenal Pliny the Elder itu adalah kubis.

Dari semua penggunaan yang Pliny rekomendasikan, salah satu yang paling aneh adalah suntikan jus kubis hangat ke telinga untuk menyembuhkan gangguan pendengaran.

Sejarawan Romawi Marcus Cato the Elder juga menulis risalah 2.000 kata tentang keajaiban kubis, salah satunya sebagai pengobatan medis untuk menyembuhkan penyakit.

“Ini meningkatkan pencernaan dengan luar biasa dan merupakan pencahar yang sangat baik, dan urin pemakan kubis sehat untuk semuanya,” sembur Cato.

Pliny berkata pula bahwa jika anak laki-laki kecil mandi dengan air seni ini, mereka “tidak akan pernah menjadi lemah”.

Bagaimana menurut pendapat pembaca? Bukankan semua teknik pengobatan itu sangat aneh dan terdengar lucu bahkan konyol sekali bukan? 

Pengobatan Medis Teraneh 

artikel ini pernah terbit di Kompas.com

dapatkan berbagai artikel menarik di Uthkg.com

About the author : Nunik Cho
I'm nothing but everything