Peristiwa Berdarah 16 Agustus 1947
Pahroji (84), warga Desa Cipurut, Kecamatan Cirenghas, Kabupaten Sukabumi hanya bisa menitikkan air mata saat mengenang pembantaian pejuang kemerdekaan di desa Cipurut. Dia tidak kuasa menahan tangis ketika membacakan sekelumit peristiwa berdarah yang terjadi 16 Agustus 1947 silam.
Serangan yang merengut nyawa empat orang pejuang kerap menjadi momen kunjungan para pelajar dan warga sebelum peringatan Hari Kemerdekaan di Sukabumi. Termasuk pada Kamis, 15 Agustus 2019, ratusan pelajar menghadiri kegiatan dan Membacakan peringatan peristiwa Cipurut di Taman Makam Pahlawan yang berada di kaki Gunung Manglayang.
Mereka larut mengenang peristiwa agresi kedua Belanda yang merengut nyawa Abdullah Bin Godhzali, Hasanudin bin Sidiq, Imam, dan Uned Daelami bin Ahmad. Pahruroji mengaku masih ingat detik-detik pembantaian yang penjajah lakukan terhadap keempat para pejuang tersebut.
Pembantaian Para Pejuang Kemerdekaan
Pertempuran berdarah itu terjadi tidak jauh dari bantaran Sungai Ciganda di Kampung Cipurut, Kecamatan Cirenghas. Suara tembakan dan pekikan takbir para pejuang hingga rentetan senjata mesin pasukan Belanda, masih terngiang jelas dalam ingatannya.

Pahroji mengaku tidak tahu persis pertempuran tidak seimbang antara para pejuang dengan Belanda yang bersenjata lengkap. Tapi sangat mengenal sosok keempat kerabat yang gugur. Kendati saat peristiwa terjadi dia masih berusia sembilan tahun..
“Saya tahu persis ketika Belanda menembaki dan membunuh para pejuang itu. Mereka tidak hanya menembak tapi membakar salah seorang pejuang hidup-hidup beserta rumahnya,” kata Pahruroji sambil menitikkan air matanya.
Ia merupakan satu-satunya saksi hidup pada saat ini. Ia mengatakan gugurnya keempat pejuang Hisbullah itu penuh dengan aksi heroik. Kematian para pejuang berawa dari penyergapan ratusan tentara belanda bersenjata lengkap kala itu, persis di rumah pimpinan Hisbullah, Abdullah.
Pembunuhan Kakak Beradik
Kala itu, kata Pahruroji, ratusan tentara Belanda bersenjata lengkap mengepung dan membakar rumah yang berada tidak jauh dari bibir sungai Ciganda. Pasukan juga melepaskan ratusan butir peluru yang menyebabkan keempat pejuang gugur. “Saya melihat sendiri Uned dan Imam gugur dengan posisi berpelukan. Mereka kakak beradik tewas dengan puluhan peluruh bersarang di tubuhnya,” katanya.
Sementara jasad Hasanudin, kata Pahruroji ditemukan dalam kondisi memilukan. Selain itu, Jasad pejuang itu turut serta dibakar bersama rumahnya. “Kami berhasil mengevakuasi keempat jasad para pejuang itu, termasuk jasad salah seorang pejuang yang turut hangus terbakar. Warga memakamkan persis di kaki Gunung Manglayang ini,” katanya.
Kendati aksi heroik gugurnya empat pejuang yang disebut-sebut bagian dari rangkaian heroik pertempuran Bojongkokosan di Kabupaten Sukabumi, namun Sekretaris Desa Cipurut, Iwan Ridwan menyesalkan perjuangan monumental bagi warga Cipurut tidak masuk dalam buku sejarah perjuangan bangsa. “Kami memperingati hari pahlawan dua kali dalam setahun. Tidak hanya memperingati hari Pahlawan setiap 10 November, tapi bagi warga Cirenghas peristiwa gugurnya para pejuang 16 Agustus pun menjadi hari pahlawan bagi warga Cipurut dan sekitarnya,” katanya.
Peristiwa Berdarah 16 Agustus 1947
UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang