Statistik Pengguna Medsos Indonesia
Laporan We Are Social menunjukkan, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 167 juta orang pada Januari 2023. Jumlah tersebut setara dengan 60,4% dari populasi di dalam negeri.
Jumlah pengguna aktif media sosial pada Januari 2023 mengalami penurunan 12,57% dari pada tahun sebelumnya yang sebanyak 191 juta jiwa. Penurunan itu pun menjadi yang pertama kali terjadi dalam satu dekade terakhir.
Namun, kondisi itu terjadi karena sumber yang digunakan We Are Social pada Januari 2023 telah membuat revisi penting. Penyesuaian tersebut membuat data terbaru tak sebanding dengan angka pada tahun-tahun sebelumnya.
Adapun, waktu yang terhabiskan bermain media sosial di Indonesia mencapai 3 jam 18 menit setiap harinya. Durasi tersebut menjadi yang tertinggi kesepuluh di dunia.
Pengguna Internet Di Indonesia Sentuh 212 Juta Pada 2023
Lebih lanjut, jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 212,9 juta pada Januari 2023. Ini berarti sekitar 77% dari populasi Indonesia telah menggunakan internet. Jumlah pengguna internet pada Januari 2023 lebih tinggi 3,85% dibanding setahun lalu.
Pada Januari 2022, jumlah pengguna internet di Indonesia tercatat sebanyak 205 juta jiwa. Melihat trennya, jumlah pengguna internet di Indonesia terus tumbuh setiap tahun.
Adapun, lonjakan pengguna intetnet di dalam negeri terjadi pada 2017. Lebih lanjut, rata-rata orang Indonesia menggunakan internet selama 7 jam 42 menit setiap harinya. Selain itu, 98,3% pengguna internet di Indonesia menggunakan telepon genggam.
Meski demikian, Indonesia menjadi salah satu negara yang banyak penduduknya belum terkoneksi internet. We Are Social mencatat, ada 63,5 juta penduduk di tanah air yang belum terkoneksi internet pada awal 2023. Jumlah itu menjadi yang terbesar kedelapan di dunia. Posisi pertama ditempati oleh India dengan 730 juta penduduk belum terkoneksi internet.
Tingkat Literasi Digital Di Indonesia Terendah Di Antara Negara ASEAN
Tingginya jumlah pengguna internet dan media sosial di Indonesia belum sebanding dengan tingkat literasi digital yang terkuasai. Ekonom Senior INDEFA Viliani menyebut tingkat literasi digital di Indonesia hanya sebesar 62%. Jumlah tersebut paling rendah jika kita bandingkan negara di ASEAN lainnya yang rata-rata mencapai 70%.
“Masyarakat Indonesia kalau kita lihat literasi (digital)-nya baru 62%. Negara di Korea sudah 97%. Rata-rata di ASEAN sudah 70%. Jadi, memang tingkat literasi digital kita masih rendah,” ungkapnya, Selasa (14/2/2023).
Oleh karena itu lanjutnya, sangat perlu percepatan untuk mengejar tingkat literasi digital di Indonesia baik bagi mereka yang masih sekolah maupun yang sudah dewasa.
Hal ini perlu kita lakukan guna mendorong masyarakat terhindar dari segala jenis bentuk penipuan berbau teknologi. Dan bisa lebih siap menghadapi era yang serba digital ke depan.
“Itu yang menurut saya harus kita lakukan supaya jangan nanti dengan adanya era digitalisasi ini justru kerugian cukup banyak. Orang investasi bodong gara-gara digital. Kemudian transaksi juga ketinggalan. Akhirnya orang ini tidak bisa ikut serta dalam digitalisasi,” kata dia.
4 Pilar Literasi Digital
Dalam kesempatan yang sama Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan juga menyebut. Bahwa posisi masyarakat Indonesia dalam literasi digital berada di rata-rata angka 3,54 dari indeks 1-5. Angka posisi itu meliputi digital skill, digital safety, digital cultur, dan digital etic.
Menurut dia, dari empat pilar literasi digital tersebut, digital safety menjadi yang terendah. Hal ini juga terlihat dari banyaknya masyarakat yang mudah menjadi korban kejahatan digital.
“Ini yang kita ingin push. Target kita di tahun ini akan menitikberatkan pada digitalsafety. How tobecome safety when you are online. Ini yang kita inginkan,” ungkap dia.
Sementara itu dalam meningkatkan literasi digital tersebut, Samuel mengungkapkan butuh kerja sama dari semua pihak. Mulai dari pemerintah, sektor industri, hingga masyarakat sebagai pengguna.
Adapun saat ini sudah ada lebih dari 120 organisasi yang terlibat dalam Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD).
“Literasi digital tidak bisa kita stop dan harus selalu bergulir karena selalu ada hal baru yang perlu pemberitahuan kepada masyarakat. Literasi tidak bisa menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Kalau sliterasi digital berhasil, industri akan memiliki smart konsumen. Smart konsumen akan bisa meningkatkan bisnisnya,” pungkas Samuel.
Jika kita amati pengguna media sosial di Indonesia, kebanyakan hanya mengedepankan urusan narsis dan pamer. Bahkan mungkin yang terpamerkan di media sosial tidak sesuai dengan keadaan aslinya.
Fenomena Narsistik Pengguna Medsos Indonesia
Postingan instagramable, serba glamour bisa jadi yang menjadi penopangnya hanya masalah gengsi. Sehingga dengan berbagai cara ingin menunjukkan kepada pengguna yang lain agar mendapat penilaian “wow”. Wow kaya, hebat, pintar, berprestasi, gaul, kelas atas dan sebagainya. Hal-hal tersebut seringnya tidak dibarengi dengan kualitas hidup yang benar-benar bermutu. Bahkan banyak yang mencitrakan hidup mewah dan glamour ternyata dikejar-kejar utang.
Belum lagi postingan yang berisi saling menyindir satu sama lain. Menunjukkan berbagai bentuk persaingan dalam penampilan dan pencapaian. Bak selebritis, menyuarakan kepada orang banyak bahwa dirinya punya haters maupun lovers. Punya banyak pesaing yang iri padanya. Padahal bisa jadi itu hanya baper semata.
Netizen Indonesia yang jumlahnya sangat banyak, namun belum seimbang dengan literasi membaca maupun literasi digital yang memadai. Menunjukkan kualitas SDM yang masih rendah.
info : dataindonesia.id
Statistik Pengguna Medsos Indonesia
UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang