Supermarket Siap-siap Tak Jual MiGor
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengaku bete terus diberi harapan palsu oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Terkait dengan pembayaran selisih harga minyak goreng atau rafaksi dari program satu harga pada Januari 2022 lalu.
Karena bete tak kunjung mendapatkan kepastian dari pembayaran rafaksi senilai Rp 344 miliar, Aprindo memutuskan untuk tetap mempertimbangkan opsi penghentian pembelian minyak goreng untuk mengisi stok persediaan di ritel-ritel modern.
“Apapun ini, Aprindo bertindak dan berlaku berdasarkan anggota, bukan pribadi. Berdasarkan suara anggota. Jadi kita akan meeting kan lagi setelah lebaran ini mengenai opsi (penghentian pembelian minyak goreng). Kalau ada yang tanya kapan pemberlakuannya, ya kita lihat perkembangan lah.” Ujar Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey, mengutip CNBC Indonesia, Minggu (30/4/2023).
Roy mengatakan, pihaknya masih akan tetap menunggu perkembangan yang ada. Baik menunggu keputusan para anggota, maupun menunggu itikat Kemendag terkait dengan pembayaran utangnya tersebut.
“Kalau misalnya kita dipanggil dan ada penjelasan, kemudian kita akan minta jawaban secara tertulis sehingga kita punya pegangan. Nah opsi (penghentian pembelian minyak goreng) itu bisa saja menjadi mundur. Tapi kalau berlarut-larut, bilang minggu depan, terus minggu depan lagi bilang minggu depan, ya bete lah kita,” ujarnya.
Roy mengatakan, bukan Aprindo yang meminta anggota untuk menghentikan pembelian minyak goreng, tetapi anggota lah yang akan melakukannya sendiri, jika Kemendag terlalu berlarut-larut.
“Jadi artinya bukan Aprindo yang meminta anggota, anggota akan melakukan sendiri. Kan anggota juga punya batas kesabaran. Jadi tanpa Aprindo meng-orkestra, ya mereka bisa lakukan apa saja,” tutur dia.
“Kita investasi toko, kita bayar tenaga kerja dan segala macam, kemudian kita gak mau beli barang itu, kan bisa dong, hak kita kan?,” imbuhnya.
Penghentian MiGor Akan Berdampak Simalakama
Kendati demikian, Roy mengakui bahwa opsi penghentian pembelian minyak goreng juga akan memberikan dampak merugikan juga kepada peritel. Pasalnya, pada saat ritel tersebut melakukan penghentian pembelian dan berhenti men-supply produk minyak goreng di tokonya, konsumen tentunya akan mencari toko lain untuk membeli minyak goreng. Karena minyak goreng merupakan salah satu komoditas penting untuk masyarakat sehari-hari.
“Ya paling masyarakat cari, gak ada minyak goreng (di ritel) yaudah mereka cari ke tempat lain, yang pasti akan menimbulkan kerugian juga bagi kita. Tapi ya itu lah simalakama yang kita makan. Gak lakukan kita rugi, kita lakukan juga rugi. Jadi sebenarnya ini adalah opsi bunuh diri. Kita lakukan penghentian atau pengurangan pembelian minyak goreng itu berarti kita rugi kan. Tapi kalau kita gak lakukan ya rugi juga, uang (Rp 344 miliar) ini kan gak tau kapan dibayar,” ucap Roy.
Roy kembali menegaskan, “Ini bukan Aprindo yang menugaskan, tapi anggota sendiri yang sudah bete. Dan besok-besok kalau ada penugasan dari pemerintah, emangnya gue pikirin.”
Supermarkat Siap-siap Tak Jual MiGor, Penghentian Pembelian Bukan Penghentian Penjualan
Lebih lanjut Roy menerangkan, opsi yang akan Aprindo lakukan dalam rangka protes kepada pemerintah bukanlah menghentikan penjualan. Melainkan menghentikan pembelian minyak goreng. Sehingga barang atau produk migor nantinya tidak akan tersedia di toko-toko ritel. Karena para anggota Aprindo yang memang tidak membeli untuk mengisi stoknya.
“Nah kita bukan statement bahwa akan menghentikan penjualan, engga. Gak boleh. Kalau kita menghentikan penjualan, barangnya ada, kita simpan di gudang distribution center. Nah itu ntar KPPU sikat kita. Kita dianggap nimbun, karena kan migor ini kebutuhan rakyat. Tapi kita menghentikan pembelian, barangnya gak ada, ya apa yang mau dibilang nimbun,” terangnya.
“Pertama, kita gak langsung menghentikan, tetapi mengurangi pembelian terlebih dahulu, sampai pada titik nanti bisa saja menghentikan, tetapi bukan menghentikan penjualan. Karena kalau menghentikan penjualan itu sama saja boomerang bagi kita. Kita jadi berurusan dengan hukum. Tapi kalau menghentikan pembelian, toko ya toko kita, gudang punya kita, kalau kita gak mau beli barang ya hak kita,” pungkas Roy.
Kemendag PHP Utang Migor Rp 344 M Bikin Pengusaha Ritel Emosi
Aprindo emosi karena sampai dengan saat ini pihaknya masih belum mendapatkan kepastian izin atau verifikasi. Dari pembayaran selisih harga atau rafaksi minyak goreng dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Padahal, para pelaku usaha ritel tersebut mengaku sudah berkomitmen dalam membantu pemerintah menyediakan minyak goreng dengan harga Rp 14.000 per liter untuk masyarakat pada 19-31 Januari 2022 lalu.
“Ini sudah menjadi kerugian, padahal kami sudah lakukan komitmen. Kita beli mahal, tapi kita jual murah, nah ini kita belum dibayar,” tegas Roy Nicholas Mandey bernada tinggi.
Kronologi Utang MiGor Kemendag
Roy menerangkan kronologisnya, pada saat itu rakyat tengah menjerit karena harga minyak goreng per liternya mahal, di atas Rp 24.000 per liter. Oleh sebab itu, pemerintah pun memutuskan untuk mengajak pelaku usaha ritel turut membantu melancarkan program satu harga, di mana para peritel diminta membanderol seluruh harga minyak goreng Rp 14.000 per liter. Nanti selisih harganya akan ada pembayaran oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Hal itu tertuang dalam Permendag Nomor 3 Tahun 2022.
“(Saat itu) rakyat menjerit karena per liternya mahal di atas Rp 24.000, sudah kita buat deh Rp 14.000 ya, nanti kita dukung, diganti uangnya bukan dari APBN, dari BPDPKS karena itu uang swasta titipan. Yang diberikan sebagai ongkos pungutan ekspor,” terang Roy.
“Nah pada saat 19 Januari pun kita tidak memegang Permendag 3, belum ada. Kira-kira 7-10 hari kemudian baru Permendag 3 nya itu keluar. Artinya apa? Belum ada pegangan apapun kita percaya pada pemerintah. Kita melakukan komitmen itu untuk menjualkan satu harga. Pada saat harga per liternya Rp 24.000, kita jual Rp14.000 per liter,” lanjut dia.
Total Kerugian Peritel 344 Milyar
Namun, sampai dengan saat ini Aprindo masih belum menerima pembayaran dari selisih harga tersebut. Di mana total kerugiannya senilai Rp 344 miliar. Kemendag terus-menerus berdalih masih menunggu opini hukum dari Kejaksaan Agung. Sebab Permendag 3 telah dicabut dan tergantikan oleh Permendag 6. Sehingga Kemendag takut untuk memberi izin BPDPKS dalam membayarkan rafaksi minyak goreng tersebut.
“Mau bilang apa lagi? Verifikatornya lama, kita bisa jawab, mau bilang apalagi? alasan apapun ya pasti kita bisa jawab. Nah itu yang membuat akhirnya kita prihatin, pak Isy Karim (Dirjen Dagri Kemendag) itu teman baik Aprindo. Semua pejabat di Kemendag itu teman baik kita. Makanya kita agak kecewa ketika, kok teman baik jadinya seperti membelakangi kita. Ya artinya kita sudah saling tahu lah. Nah kemudian kalau kita dipanggil, lalu mau ngomong apa dia? Pasti dia bilang ‘ya kita nunggu lah dari Kejaksaan’,” ujar Roy.
“Kami hanya bisa bergerak dari opini publik. Kami terkunci. Dan intinya, para anggota kita sudah punya pikiran ‘yah ini mau ganti presiden, ganti menteri, semuanya sudah pada sibuk kampanye, mana mau ada yang mikirin ini lagi’,” tutupnya.
Sumber : cnbcindonesia.com
Supermarket Siap-siap Tak Jual MiGor
UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang