Tradisi Ogoh-ogoh Di Bali

Salah satu tradisi yang paling ditunggu-tunggu masyarakat berbagai belahan dunia ialah Pawai Ogoh-ogoh saat Pengrupukan Hari Raya Nyepi di Bali.

Bagaimana tidak? Perayaan ini berhasil menarik perhatian banyak orang berkat berbagai bentuk Ogoh-ogoh yang menarik dan unik namun sarat akan makna. Ogoh-ogoh tersebut kemudian terarak oleh pemuda dengan semangat suka-cita.

Tradisi ogoh-ogoh di Bali

Tradisi Ogoh-ogoh merupakan suatu representasi dari perwujudan roh jahat ataupun sifat jahat yang terlambangkan dalam bentuk patung atau boneka besar.

Ogoh-ogoh adalah karya seni patung yang diarak keliling oleh sekelompok masyarakat hingga malam sebelum Hari Raya Nyepi. Melambangkan sebuah tokoh Hindu bernama Bhuta Kala. Arakan ogoh-ogoh akan ada iringan gamelan Bali yang bernama bleganjur.

Tradisi ogoh-ogoh di Bali

Setelah pengarakan, ogoh-ogoh akan mereka musnahkan dengan cara pembakaran dalam prosesi tawur agung kesanga sebelum umat Hindu melakukan tapa brata penyepian.

Makna Ogoh-ogoh Hari Raya Nyepi

Bagi umat Hindu, patung ogoh-ogoh merupakan simbol keburukan sifat manusia serta hal negatif alam semesta. Ogoh-Ogoh juga mengandung makna untuk mengekspresikan nilai-nilai religius dan ruang-waktu sakral berdasarkan sastra-sastra agama. Selain itu, ogoh-ogoh merupakan karya kreatif yang tersalurkan melalui ekspresi keindahan dan kebersamaan.

Dalam pelaksanaan tradisi ogoh-ogoh biasa nya masyarakat Bali lakukan dengan parade atau pawai. Pelaksanaan parade ogoh-ogoh memiliki filosofi yang mana manusia harus saling menjaga alam dan sumber daya untuk tidak merusak lingkungan sekitarnya.

Tradisi ogoh-ogoh di Bali

Parade ogoh-ogoh tergelar dengan arakan keliling desa maupun pentaskan. Untuk yang mengarak biasanya akan meminum arak untuk menandakan sifat buruk dari dalam diri manusia. Berat yang mereka pikul saat mengarak akan berakhir dengan membakar ogoh-ogoh tersebut sampai habis. Parade ogoh-ogoh ini juga berlangsung dari sore hari sampai malam.

Sejarah Tradisi Ogoh-ogoh Di Bali

Merujuk pada situs Kabupaten Badung, sejarah ogoh-ogoh bermula sejak zaman Dalem Balikang. Ada berbagai pendapat yang menyebut tentang awal mula ogoh-ogoh, ada yang mengatakan mulanya ogoh-ogoh masyarakat gunakan untuk upacara pitra yadnya.

Tradisi ogoh-ogoh di Bali

Ada juga yang mengatakan tradisi ogoh-ogoh berawal dari tradisi Ngusaba Ngong-Nging yang ada di desa Selat, Karangasem. Pendapat lain juga ada yang menyatakan ogoh-ogoh muncul karena barong landung yang merupakan wujud dari Raja Jaya Pangus dan Putri Kang Cing Wei (suami istri). Yang memiliki wajah buruk dan menyeramkan dan saat itu pula munculnya ogoh-ogoh.

Informasi lain turut mengatakan tradisi ogoh-ogoh ada di tahun 70-80an. Lainnya juga ada yang mengatakan bahwa ogoh-ogoh terlahir karena adanya pengrajin patung yang merasa jenuh untuk membuat patung yang terbuat dari bahan keras dan memilih membuat patung yang terbuat dari bahan yang ringan.

Tradisi Ogoh-ogoh Untuk Menyambut Hari Raya Nyepi

Terlepas dari berbagai pendapat tentang asal usul ogoh-ogoh tersebut, sampai saat ini masyarakat Bali selalu merayakan tradisi ogoh-ogoh untuk menyambut Hari Raya Nyepi. Pada awalnya ogoh-ogoh ini terbuat dari kerangka kayu dan bambu setelah itu pembungkusan kerangka menggunakan kertas-kertas. Atau terbuat dari bahan-bahan seperti kertas, gabus sintetis, karet, dan lain sejenisnya.

Seiring perkembangan zaman, bahan-bahan yang mereka gunakan untuk membuat ogoh-ogoh juga semakin berkembang. Masyarakat Bali kini menggunakan bahan berupa besi dan bambu yang telah mereka rangkai menjadi anyaman dan terbungkus dengan gabus atau stereofoam dan selanjutnya pengecatan

Pada tahun 1983, wujud Bhuta Kala mulai masyarakat buat berkaitan dengan ritual Nyepi di Bali.

Sejak saat itu, masyarakat di beberapa tempat di Denpasar mulai membuat perwujudan onggokan yang sebutannya ogoh-ogoh. Budaya baru ini juga semakin meluas saat ogoh-ogoh terikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.

Tradisi ogoh-ogoh di Bali

Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merupakan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.

Dalam ogoh-ogoh, Bhuta Kala tergambarkan sebagai sosok yang besar, menakutkan, dan berwujud raksasa. Ogoh-ogoh juga sering menggambarkan wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti: naga, gajah, dan widyadari. Bahkan, ogoh-ogoh ada yang pembuatannya menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis, atau tokoh agama.

Fungsi Ogoh-ogoh

Fungsi ogoh-ogoh adalah sebagai representasi Bhuta Kala yang masyarakat Bali buat menjelang Hari Raya Nyepi. Proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran.

Ogoh-ogoh sebenarnya tidak memiliki hubungan langsung dengan acara Hari Raya Nyepi. Namun, patung itu tetap boleh masyarakat buat sebagai pelengkap kemeriahan upacara. Biasanya, ogoh-ogoh terarak setelah upacara pokok selesai dengan iringan irama bleganjur atau gamelan khas Bali.

Rangkaian acara pawai dengan ogoh-ogoh yaitu:

1. Para peserta upacara meminum minuman keras tradisional (arak) sebelum acara.

2. Arakan Ogoh-ogoh menuju sema atau tempat persemayaman umat Hindu sebelum pembakaran dan pada saat pembakaran mayat).

3. Setelah terarak keliling desa, ogoh-ogoh tersebut dibakar.

Asal Nama Ogoh-ogoh

Kata ogoh-ogoh berasal dari kata bahasa Bali “ogah-ogah” yang artinya sesuatu yang digoyangkan. Karena ketika pawai, Ogoh-ogoh diarak serta digoyang-goyangkan dengan sangat semangat.

Gerakan goyangan inilah yang menjadi cikal-bakal penamaan Ogoh-ogoh. Dalam bahasa Bali, gerakan goyang-goyang sebutannya ogah-ogah. Karena itu, masyarakat Bali kemudian menyebutnya dengan nama Ogoh-ogoh.

Melansir situs Kabupaten Badung, ogoh-ogoh adalah tradisi masyarakat Bali untuk menyambut Hari Raya Nyepi yang biasa diadakan sebelum perayaan Nyepi.

Ogoh-ogoh di Bali memiliki versi yang berbeda. Termasuk seni patung yang berasal dari kebudayaan masyarakat Bali yang menggambarkan kepribadian dari Bhuta Kala. Patung ini merupakan sebuah benda yang besar dan berbentuk boneka raksasa representasi dari Bhuta Kala.

Ref : berbagai sumber

Tradisi Ogoh-ogoh Di Bali

UT Hong Kong & Macau; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

About the author : Nunik Cho
I'm nothing but everything